TEMPO.CO, Jakarta - Tahun 2018 boleh dibilang tahun terburuk bagi para pengungsi Suriah di Lebanon. Sebuah laporan yang dipublikasi oleh PBB pada Rabu, 26 Desember 2018, memperlihatkan semakin banyak para pengungsi yang terlilit utang.
Semakin banyaknya pengungsi Suriah di Lebanon yang terlilit utang menyusul semakin banyaknya pasangan yang memiliki anak, tetapi mereka belum mampu secara finansial. Riset yang dilakukan sejumlah lembaga PBB, yakni UNHCR, WFP dan UNICEF memperliihatkan rata-rata rumah tangga memiliki utang yang jumlahnya meningkat dalam tiga tahun terakhir.
Salah satu contoh kasus utang suatu keluarga pada 2016 sebesar US$ 800 dan pada 2018 membengkak menjadi US$ 1.000 atau Rp 14,5 juta. Banyak rumah tangga tak mampu membeli makanan, menyewa tempat tinggal dan membeli obat-obatan.
Selain banyak yang terlilit utang, kondisi pengungsi Suriah di Lebanon semakin menambah keprihatinan karena naiknya pernikahan anak.
Baca: Trump Minta Bantuan Erdogan Kalahkan ISIS di Suriah
Sebuah laporan yang dipublikasi oleh PBB pada Rabu, 26 Desember 2018, memperlihatkan semakin banyak para pengungsi Suriah yang terlilit utang. Sumber: english.alarabiya.net
Baca: 4 Pemain Dalam Konflik Suriah dan Posisinya
Konflik Suriah meletup sejak 2011 dan telah memaksa sekitar 5,6 juta penduduknya keluar dari negara itu untuk mengungsi ke negara yang lebih aman. Lebanon tercatat menampung lebih dari 950 ribu pengungsi asal Suriah.
Laporan PBB menyebut, sebanyak 21 persen perempuan Suriah usia 15 tahun sampai 19 tahun menikah di Lebanon. Yang cukup memprihatinkan, jumlah ini terus meningkat.
"Temuan ini adalah pengingat bagi kita semua mengenai kondisi anak-anak yang semakin rentan. Kami melihat keluarga pengungsi telah berperilaku menempatkan anak-anak mereka pada risiko yang sangat tinggi," kata delegasi UNICEF, Tanya Chapuisat, seperti dikutip dari english.alarabiya.net, Jumat, 28 Desember 2018.
Sekitar 69 persen rumah tangga pengungsi Suriah di Lebanon hidup di bawah garis kemiskinan. Sekitar 8 sampai 10 anak-anak usia 3 dan 5 tahun serta 15 dan 17 tahun, tidak bersekolah. Banyak anak-anak ini akhirnya dipaksa untuk bekerja karena orang tua tak mampu memberikan uang saku untuk transportasi ke sekolah atau tak memiliki uang untuk menyediakan kebutuhan sekolah.
Mireille Girard, Delegasi UNHCR di Lebanon, mengatakan riset yang dilakukan PBB ini adalah sebuah pengingat akan betapa menyedihkannya rintangan sehari-hari yang harus dihadapi para pengungsi Suriah ini hanya untuk bertahan hidup.