TEMPO.CO, Jakarta - DPR AS mendesak pemerintah Myanmar untuk membebaskan jurnalis Reuters Wa Lone dan Kyaw Soe Oo, yang dipenjara satu tahun yang lalu.
Anggota DPR memilih 394 banding 1 suara untuk resolusi yang menyerukan pembebasan Wa Lone, 32 tahun, dan Kyaw Soe Oo, 28 tahun, yang dinyatakan bersalah pada September karena dituduh melanggar Undang-Undang Rahasia Resmi Myanmar dan dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara, menurut laporan dari Reuters, yang dikutip pada 16 Desember 2018.
Baca: Dipenjara 7 Tahun, Ini Ucapan 2 Jurnalis Reuters soal Myanmar
Kasus ini telah menimbulkan pertanyaan di antara sejumlah pemimpin politik di Amerika Serikat dan Eropa, pendukung hak asasi manusia dan PBB tentang kemajuan Myanmar menuju demokrasi.
Tekanan DPR tidak mengikat, tetapi dimaksudkan untuk menyampaikan pesan yang kuat kepada pemerintah Myanmar bahwa anggota Kongres AS menginginkan kedua jurnalis dibebaskan.
Activists hold the newly released Time Magazine cover at a rally, calling for the release of imprisoned Reuters journalists Wa Lone and Kyaw Soe Oo, one year after they were arrested, in Yangon, Myanmar December 12, 2018. REUTERS/Myat Thu Kyaw
Resolusi itu juga menyebut kampanye militer Myanmar terhadap Rohingya adalah genosida. Dalam laporan yang dikeluarkan pada 27 Agustus, para penyelidik AS mengatakan militer Myanmar melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan terhadap Rohingya dengan niat genosida dan untuk pertama kalinya secara eksplisit menyerukan kepada pejabat Myanmar untuk menghadapi tuduhan genosida atas kampanye militer.
Namun Departemen Luar Negeri AS, belum menggunakan istilah genosida dalam pernyataan resminya.
Kedutaan Myanmar di Washington tidak menanggapi permintaan untuk memberikan komentar terhadap resolusi Dewan Perwakilan Rakyat.
Baca: Wartawan Reuters Divonis 7 Tahun, Pemimpin Dunia Mengecam Mynamar
Militer di Myanmar membantah tuduhan mereka telah melakukan genosida terhadap Rohingya dan mengatakan tindakannya adalah bagian dari perang melawan terorisme.
Satu suara yang menolak resolusi berasal dari anggota DPR Andy Biggs, seorang Republikan dari Arizona. Diminta untuk mengomentari pemungutan suara Biggs, Daniel Stefanski, juru bicara anggota kongres, tidak secara langsung menjawab pertanyaan soal Biggs tetapi mengatakan penindasan berkelanjutan Rohingya di Myanmar adalah tidak manusiawi dan menyerukan kepada pemerintahan Trump untuk menggunakan tekanan diplomatik maksimum untuk mengakhiri genosida dan menuntut pembebasan dua jurnalis Reuters.
Ke-10 pria Rohingya yang ditangkap sebelum dibantai warga Buddha dan tentara Myanmar di Inn Din, Rakhine, Myanmar, 2 September 2017. Di antara 10 pria Rohingya tersebut merupakan nelayan, penjaga toko, seorang guru agama Islam dan dua remaja pelajar sekolah menengah atas berusia belasan tahun. Laporan pembantaian ini ditulis oleh dua wartawan yang kini diadili pemerintah pimpinan Aung San Suu Kyi. REUTERS
Dua jurnalis Reuters, yang mengaku tidak bersalah, mengatakan mereka diserahkan makalah oleh polisi sesaat sebelum mereka ditahan, dan seorang saksi polisi bersaksi bahwa kasus mereka telah direncanakan.
Baca: Kasus Jurnalis Reuters - Rohingya, Investasi Asing Myanmar Turun
Dua jurnalis Reuters ditahan setelah menyelidiki pembunuhan 10 pria dan anak laki-laki Rohingya sebagai bagian dari respon militer terhadap serangan pemberontak.
Pengacara dua wartawan telah mengajukan banding terhadap vonis dan hukuman mereka. Sidang banding dua jurnalis Reuters dijadwalkan digelar pada 24 Desember.