Amerika Serikat menjatuhkan dua juta ton lebih bom di Laos selama Perang Indochina kedua dari tahun 1964 hingga 1973, untuk menghancurkan rute pasokan gerilyawan Viet Cong ke Vietnam Utara.
Sekitar 30 persen dari bom itu tidak meledak, dan masih menimbulkan risiko kematian atau luka bagi warga desa ketika mereka melakukan rutinitas harian mereka, menurut Mines Advisory Group (MAG), sebuah badan amal Inggris yang membersihkan amunisi yang gagal meledak.
Seorang biksu Budha berpose di sebelah bom yang tidak meledak, yang dijatuhkan oleh pesawat Angkatan Udara AS selama Perang Vietnam, di Xieng Khouang di Laos 3 September 2016.[REUTERS]
MAG memperkirakan bahwa sekitar 1.600 kilometer persegi tanah atau seukuran London Raya, masih perlu dibersihkan di Laos.
Sementara itu, bom yang gagal meledak atau diberi istilah Unexploded Ordnance (UXO) menghambat masyarakat Laos memanfaatkan sepenuhnya lahan mereka dan mendapatkan penghasilan yang lebih baik, menurut MAG.
"Orang-orang telah hidup dengan sisa bom selama 40 tahun, dan mereka tidak punya pilihan selain hidup dengan resiko setiap hari dan ketakutan akan kematian atau cedera akibat bom yang tidak meledak," kata Greg Crowther, direktur MAG Asia Tenggara.
Sebuah halaman kantor pemerintahan digunakan sebagai penampungan sementara bom yang dijatuhkan oleh pesawat Angkatan Udara AS selama Perang Vietnam di Xieng Khouang, Laos 1 September 2016. [REUTERS / Jorge Silva]
Masyarakat yang terkena imbas UXO mayoritas adalah masyarakat miskin, dan risiko bom memaksa mereka untuk mengadopsi praktek pertanian yang berbeda yang sering mengurangi produktivitas tanaman mereka, kata Greg.
Elizabeth Suda, pendiri Article 22, pertama kali mengunjungi provinsi ini sekitar sepuluh tahun lalu sambil menjelajahi usaha penenunan berkelanjutan dengan wanita lokal.
Baca: Kisah Korban Bom Napalm Vietnam 40 Tahun Kemudian
Di sanalah Suda, yang sebelumnya bekerja dengan merek mewah di New York, melihat penduduk desa meleburkan pecahan bom ke sendok yang akan mereka gunakan dan jual di pasar lokal.
"Saya pikir, mengapa tidak mengambil senjata pemusnah ini dan mengubahnya menjadi simbol cinta yang memiliki dampak positif pada masyarakat?" kata Suda kepada Reuters.
Perhiasan Article 22 yang dibuat dari bom Laos.[article22.com]
Suda mendirikan Article 22 pada 2009, yang diambil dari klausul dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang mengatakan setiap individu berhak atas realisasi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang sangat diperlukan untuk martabat dan kepribadiannya.
Setelah bermitra dengan Helvetas nirlaba Swiss, Suda menjalankan bisnis sendiri, berjualan secara online dan melalui beberapa gerai ritel, termasuk satu di Luang Prabang, ibukota kerajaan Laos.
Setumpuk perkakas yang terbuat dari pecahan bom oleh penduduk desa di Ban Napia, Laos. 16 Oktober 2018.[THOMSON REUTERS FOUNDATION / Rina Chandran]
Suda bekerja sama dengan sekitar puluhan keluarga di Xieng Khouang, mengirimkan desain untuk anting-anting, liontin, dan ornamen yang dibuat penduduk desa. Perhiasan kemudian dikirim ibukota Vientiane, kemudian dikirim ke New York.
Foto: Uniknya Cara Warga Kampung di Laos Memanfaatkan Bom Perang Vietnam
Article 22 hanya memasok perhisan dari pecahan peluru, atau bom yang sudah meledak, sehingga penduduk desa tidak beresiko, kata Suda. Logam telah diuji untuk toksisitas dan dinyatakan aman.
Beberapa keuntungan perhiasan Article 22 disumbangkan kepada MAG untuk membersihkan bom yang masih terpendam di Laos.