TEMPO.CO, Riyadh – Sejumlah pengamat mempertanyakan efektivitas dari Dewan Kerjasama Teluk atau Gulf Cooperation Council dalam menyelesaikan konflik internal antar-negara anggota seperti antara Arab Saudi dan Qatar.
Selama ini, GCC disebut berperan sebagai simbol belaka dan telah melupakan fungsi utamanya untuk membangun hubungan lebih dekat denga negara anggota.
Baca:
KTT Teluk, Raja Salman Minta Negara Teluk Bersatu
“Sejak terjadi krisis pada 2014, Dewan menunjukkan ketidak-mampuannya untuk melakukan mediasi atau memiliki peran signifikan dalam meredakan ketegangan antara sesama negara anggota,” kata Luciano Zaccara, peneliti politik Teluk dari Qatar University seperti dilansir Aljazeera pada Ahad, 9 Desember 2018.
GCC merupakan aliansi ekonomi dan politik antara negara di Semenanjung Arab. Sejak didirikan pada 1981, GCC berupaya membangun kerja sama ekonomi dan sosial, keamanan dan budaya antara negara anggota.
Baca:
GCC memiliki enam negara anggota seperti Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Menurut Direktur Pusat Kajian Teluk, Mahjoob Zweiri, dari Qatar University, Arab Saudi cenderung berperan dominan di organisasi ini.
Arab Saudi menggunakan GCC untuk mempertahankan perannya sebagai kekuatan regional. “Tanpa dewan ini, Arab Saudi tidak memiliki kekuasaan di regional ini,” kata Zweiri kepada Aljazeera.
Menurut dia, Arab Saudi mendapat keuntungan dari GCC karena menempati posisi kepemimpinan politik dan ekonomi. “Itu sebabnya mereka berkukuh untuk mempertahankan GCC,” kata dia.
Baca:
Pada saat yang sama, AS dan Eropa berpendapat GCC berperang penting untuk mengimbangi Iran di wilayah Timur Tengah.
Konflik antara Arab Saudi dan Qatar masih terlihat dalam KTT GCC ke – 39. Emir Qatar tidak datang dan hanya mengirim delegasi tingkat menlu. Padahal Raja Salman telah mengirimkan undangan.
Menurut Zweiri,”Negara tuan rumah memiliki tradisi untuk mengundang negara anggota. Itu hanyalah formalitas saja,” kata dia.
Baca:
Menurut Zaccara, Qatar berkepentingan untuk tidak menolak undangan dari Saudi itu. “Ini untuk menunjukkan pemerintah Qatar tidak pernah enggah berdialog langsung,” kata dia.
Baca:
Sedangkan pengamat Jocelyn Sage Mitchell, asisten profesor di Northwestern University di Qatar mengatakan partisipasi negara itu di KTT GCC di Riyadh, Arab Saudi, memberi posisi tawar lebih tinggi dalam kondisi masalah diplomatik saat ini. Ini juga memberi Doha kesempatan untuk membantah tudingan negara itu tidak cukup mendukung sesama kerajaan di Teluk.