TEMPO.CO, Jakarta - Malaysia ingin mengambil alih pengelolaan wilayah udara yang diamanatkan kepada otoritas penerbangan Singapura menyusul protes Singapura atas perluasan pelabuhan Johor Bahru Malaysia.
Dilaporkan Channel News Asia, 6 Desember 2018, Menteri Transportasi Malaysia Anthony Loke mengatakan ingin mengambil alih kembali pengelolaan wilayah udara yang diamanatkan ke Singapura di Johor selatan untuk lalu lintas Bandara Seletar di Timur Laut Singapura.
Baca: Singapura Gugat Pelabuhan, Malaysia Gugat Wilayah Udara Johor
Di bawah pengaturan saat ini, pengelolaan wilayah udara di Johor selatan didelegasikan ke Singapura, yang berarti Singapura menyediakan layanan kontrol lalu lintas udara di wilayah udara tersebut.
Menteri Transportasi Malaysia Anthony Loke. Malay Mail via World of Buzz
Pengaturan ini disepakati pada 1973 oleh Malaysia, Singapura dan negara-negara regional lainnya, dan kemudian disetujui oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO). Perjanjian bilateral kemudian ditandatangani antara Malaysia dan Singapura pada 1974.
Malaysia mengatakan sekarang ingin mengambil alih wilayah udara yang didelegasikan ke Singapura ini dengan alasan kedaulatan nasional.
Loke mengatakan Malaysia akan mengambil kembali kontrol dan pengelolaan wilayah udara atas negara Johor secara bertahap antara 2019 dan 2023, dikutip dari Aviation International News.
Baca: Singapura - Malaysia Konflik Perbatasan Laut, Soal Apa?
Malaysia juga khawatir tentang Bandara Seletar, terutama tentang prosedur Instrument Landing System (ILS) untuk bandara.
Prosedur ILS mengacu pada fasilitas navigasi penerbangan di bandara yang menyediakan panduan vertikal dan horizontal untuk pilot ketika pesawat turun dan mendekati landasan.
Prosedur ILS menyediakan titik masuk yang menjamin akurasi dan efisiensi penerbangan dan meningkatkan kemungkinan pendaratan pesawat di bandara.
Malaysia mengatakan ILS berdampak pada jalur penerbangan Bandara Seletar pada pengembangan dan operasi pelayaran di Pasir Gudang.
Namun Singapura mengatakan bahwa ILS membuat peraturan keselamatan lebih jelas dan lebih transparan.
Bandara Seletar di Singapura.[Channel News Asia]
Kementerian Transportasi Singapura juga mengatakan bahwa prosedur tidak berdampak pada pengguna ruang udara lain dan bisnis serta penduduk di Johor.
Singapura juga membantah klaim Malaysia bahwa ILS diterbitkan tanpa diskusi dengan pihak berwenang Malaysia. Kementerian Transportasi Singapura merilis dokumen pada Selasa malam yang menunjukkan konsultasi oleh Otoritas Penerbangan Sipil Singapura (CAAS) dengan Otoritas Penerbangan Sipil Malaysia (CAAM).
Menurut laporan Straits Times, ILS telah digunakan dalam penerbangan pesawat dari Bandara Changi ke Bandara Seletar, dan telah dikoordinasikan dengan pihak Malaysia pada 2014. Namun Malaysia mengklaim, menurut laporan Malay Mail, bahwa pihak Singapura tidak memberitahukan penerapan instrumen ILS yang diberlakukan pada 3 Januari. Menanggapi hal ini Kementerian Singapura merilis pernyataan resmi terkait klaim Menteri Transportasi Malaysia.
Baca: Mahathir: Malaysia Tidak Sentuh Perbatasan, Apa Kata Singapura?
"Oleh karena itu, setiap perubahan yang diusulkan akan berdampak pada banyak pemangku kepentingan. Oleh karena itu, konsultasi akan diperlukan untuk meminimalkan dampak pada maskapai penerbangan dan penumpang," kata Kementerian Transportasi Singapura, dikutip dari Malay Mail.
"Pada tahun 1973, Malaysia, Singapura, dan negara-negara regional lainnya menyetujui pengaturan untuk memastikan arus lalu lintas udara yang efisien masuk atau keluar dan terbang di Singapura. Pengaturan ini kemudian disetujui oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO). Kesepakatan bilateral antara Malaysia dan Singapura ditandatangani pada 1974 untuk mengoperasionalkan pengaturan ini," kata Kementerian Transportasi Singapura.
CHANNEL NEWS ASIA | MALAY MAIL | STRAITS TIMES | AVIATION INTERNATIONAL NEWS | MIS FRANSISKA DEWI