TEMPO.CO, Jakarta - Insiden penyanderaan dan penembakan terhadap 31 pekerja proyek jalan Trans Papua di Nduga, Papua pada 2 Desember 2018, mengusik keamanan dan kenyamanan masyarakat di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Penembakan ini diduga dilakukan oleh Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) yang menginginkan kemerdekaan.
Gerakan separatis yang terjadi di Papua serta Papua Barat diduga didukung negara asing, di antaranya Vanuatu, sebuah negara kepulauan di Samudra Pasifik bagian selatan.
Baca: Kronologi Pembunuhan di Papua, Pekerja Disandera Sejak Sabtu Sore
Anggota TNI di Papua. TEMPO/Rully Kesuma
Baca: Pembunuhan Pekerja di Papua, Komnas HAM: Pelanggaran HAM Serius
Situs abc.net.au, pada September 2018 lalu mewartakan, Vanuatu akan terus melakukan lobi pada sejumlah negara untuk mengumpulkan dukungan agar Papua bisa menentukan masa depannya sendiri. Vanuatu diketahui telah berusaha menggalang dukungan dari negara-negara Pasifik, namun dipastikan Vanuatu tak akan mendapat dukungan dari Papua Nugini.
Infogafis: Uraian Serangan Kelompok OPM Egianus Kogoya pada Pekerja Trans Papua
Gary Juffa, politisi di Papua Nugini, mengatakan jika pemerintah Vanuatu tidak bisa memberikan suara bagi kebebasan Papua, maka Vanuatu sendiri bukan negara merdeka.
"Papua Barat dikendalikan oleh negara lain," kicau Juffa melalui Twitter.