TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 4,590 murid sepanjang 2017 keluar dari sekolah di penjuru Inggris karena perundungan rasis. Angka tersebut diperoleh para peneliti di Asosiasi Nasional Persatuan Guru Sekolah dan menjadi seruan agar pemerintah Inggris melakukan intervensi dalam mengatasi praduga dan rasisme di dalam kelas.
Dikutip dari dailymail.co.uk, Sabtu, 12 Desember 2018, angka tersebut naik dibanding 2016 yang tercatat 4,085 anak-anak dikeluarkan dari sekolah karena perundungan. Angka pada 2017 merupakan tertinggi dalam satu dekade terakhir.
Baca: Facebook Kenalkan Fitur Anti-Perundungan
Jumlah murid yang keluar dari sekolah karena perundungan rasis naik lebih cepat dibanding pertumbuhan populasi murid. Kondisi ini telah memunculkan seruan kepada Kementerian Pendidikan Inggris agar melakukan intervensi.
Baca: Jadi Korban Perundungan, Mantan Karyawan Gugat Atasan
Para ahli meyakini perundungan bersifat rasisme ini turun dibanding ujaran kebencian di lingkungan masyarakat yang jumlah terus meningkat. Beberapa pihak ada yang menuduh hal ini karena penghapusan jabatan pegawai pengawas sekolah yang bertugas mengawasi insiden-insiden perundungan. Ada juga yang menyebut naiknya angka ini karena tidak adanya pendekatan toleransi terhadap rasisme di sekolah.
Chris Keates, Sekjen Asosiasi Nasional Persatuan Guru Sekolah, mengatakan riset yang dilakukan pihaknya memperlihatkan rasisme yang terang-terangan atau sembunyi-sembunyi telah menjadi hal yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari bagi murid dan guru kulit hitam atau etnis minoritas.
David Lammy, anggota parlemen Inggris dari Partai Buruh mengatakan angka perundungan ini merefleksikan perilaku pemerintah Inggris pada imigran. Inggris saat ini dipimpin oleh partai konservatif. Lammy pun mendesak agar pemerintah Inggris melakukan reformasi besar-besaran pada sistem imigrasi lewat cara yang adil dan manusiawi.