TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Cile, Sebastian Pinera, menandatangani sebuah undang-undang yang memungkinkan orang berusia di atas 14 tahun untuk mengubah nama atau jenis kelamin sendiri. Langkah yang dilakukan Pinera ini, menandai perubahan sejarah sebuah negara yang konservatif dan di dominiasi Katolik Roma.
"Saya sangat menyadari ada beragam opini yang muncul terkait masalah ini. Namun saya tegaskan, saya yakin kita telah mengambil sebuah langkah yang benar," kata Pinera, ketika merayakan lolosnya aturan itu menjadi undang-undang.
Baca: Universitas Negeri di Jepang Akan Terima Mahasiswi Transgender
Undang-undang perubahan jenis kelamin ditanda-tangani pada Rabu, 28 November 2018, sebagai sebuah pengakuan pribadi apakah seseorang itu melihat dirinya sebagai laki-laki atau perempuan terlepas dari pernyataan negara atas kondisi fisik orang tersebut atau nama yang melekat pada orang tersebut di catatan kependudukan.
Anak-anak berusia 14 tahun sampai 18 tahun harus mendapat persetujuan dari orang tua untuk pengubahan jenis kelamin ini. Tidak ada data statistik terkait jumlah transgender di Cile.
Baca: Pertama Kali, Freemason Inggris Kini Terima Anggota Transgender
Undang-undang perubahan identitas itu pertama kali diperkenalkan oleh mantan Presiden Michelle Bachelet. Untuk meloloskannya, Bachelet harus menghadapi lobi yang ketat dari kelompok konservatif dan agama hingga akhirnya disahkan oleh anggota parlemen pada September 2018 atau setelah perjuangan selama lima tahun.
Lolosnya undang-undang ini juga menandai sebuah kemajuan pesat di Cile, sebuah negara konservatif yang sampai 2018 didominasi oleh budaya Katolik.
Cile telah melegalkan perceraian pada 2004 sehingga membuatnya menjadi negara terakhir di dunia yang membolehkan perceraian. Cile juga telah mencabut undang-undang larangan aborsi pada 2017, tapi untuk kasus tertentu.