TEMPO.CO, Jakarta - Arab Saudi menolak bujukan Amerika Serikat untuk memperbaiki hubungan dengan Qatar, menyusul tekanan untuk mengakhiri krisis Teluk, setelah kegagalan perang Yaman dan skandal pembunuhan Jamal Khashoggi.
Pembunuhan Jamal Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul pada 2 Oktober menimbulkan kecaman global, membuka Arab Saudi terhadap kemungkinan sanksi dan merusak citra Putra Mahkota Muhammad bin Salman.
Baca: Pembajakan Kantor Berita, Qatar Gugat Arab Saudi dan UEA
AS percaya pembunuhan Jamal Khashoggi memiliki pengaruh lebih besar terhadap Arab Saudi untuk memulihkan situasi dan ingin menggunakan pengaruh ini untuk mengakhiri perang Yaman dan membangun kembali koalisi negara Teluk melawan Iran, ungkap empat sumber yang akrab dengan masalah ini, seperti dilaporkan dari Reuters, 17 November 2018.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berfoto dengan sejumlah pemimpin negara-negara teluk seperti Raja Salman dari Arab Saudi dan Emir Qatar Sheikh Tamim Bin Hamad Al Thani. Reuters
Sebagai respon nyata terhadap tekanan, AS dan Inggris mendesak gencatan senjata di Yaman pada November. Alhasil koalisi pimpinan Arab Saudi yang memerangi pemberontak Houthi menghentikan serangan di kota pelabuhan utama Yaman, Hodeidah, pada Kamis.
Untuk menekan Riyadh, Washington memberlakukan sanksi terhadap 17 pejabat Saudi yang terlibat dalam pembunuhan Khashoggi nanti pada Kamis, dan senator AS memperkenalkan rancangan undang-undang yang akan menangguhkan penjualan senjata ke Arab Saudi atas perang Yaman dan pembunuhan Jamal Khashoggi.
Baca: Arab Saudi Bangun Kanal untuk Memisahkan Perbatasan Darat Qatar
Otoritas Arab Saudi tidak menanggapi permintaan untuk komentar terkait masalah ini. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan Washington telah menyerukan resolusi untuk krisis Qatar dan Yaman.
"Kami terus terlibat dalam kedua masalah ini dengan mitra kami di kawasan itu, termasuk Arab Saudi," kata juru bicara Deplu, Heather Nauert.
"Kesatuan Teluk sangat penting bagi kepentingan bersama kita dalam menghadapi pengaruh jahat Iran, melawan terorisme, dan memastikan masa depan yang sejahtera bagi semua mitra Teluk kita."
(dari kiri) Pemimpin negara Uni Emirat Arab, Bahrain, Egypt, Kuwait and Qatar. Ahram.org
Aliansi Teluk, yang dianggap Washington sebagai benteng pertahanan terhadap Iran, hancur ketika Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir memutuskan hubungan perdagangan dan transportasi dengan Qatar pada Juni 2017, karena menuduh Qatar mendukung terorisme dan Iran. Tuduhan ini disangkal oleh Qatar.
Baca: Bangun Kanal Pisahkan Qatar, Arab Saudi Siapkan Rp 11 Triliun
Washington menginginkan aliansi Teluk dipulihkan, untuk membantu menahan pengaruh Iran di kawasan Timur Tengah, sebelum sanksi baru diberlakukan terhadap Teheran atas program nuklirnya pada 4 November, kata dua sumber kepada Reuters.
Masing-masing negara yang memboikot Qatar adalah sekutu Arab Saudi dan memiliki perbedaan politik dan keamanan dengan Qatar yang berujung pada krisis diplomatik.