Dalam daftar tersebut, WHO membagi senjata mematikan itu kedalam dua kelompok besar. Yakni kelompok senjata-senjata kimia dan kelompok senjata-senjata biologi. Senjata kimia, menurut WHO, ialah senjata yang mampu menyebarkan racun mematikan. Mahluk hidup yang terserang racun ini dipastikan akan mati atau setidak-tidaknya menderita kelumpuhan total. Sedangkan, senjata biologi menurut WHO ialah senjata yang bekerja dengan melepaskan mikro-organisme yang membangkitkan penyakit. Lewat virus-virus, asam-asam nukleat yang menyebabkan infeksi atau prions.
Dalam daftar yang dikeluarkan, WHO memuat daftar 17 jenis senjata kimia dengan beragam klasifikasi. Yakni, gas airmata dan bahan-bahan kimia berbahaya lainnya, seperti adamsite dan larmine; penyebab-penyebab sesegukan (iritasi paru-paru), seperti phosgene dan chloropicrin; gas-gas yang menyerang darah, seperti hidrogen sianida; gas pelepuh, seperti gas mostar dan eter; dan gas-gas yang menyerang syaraf, seperti tabun, sarin dan soman.
Namun, tak semua senjata maupun peledak yang menggunakan bahan-bahan kimia bisa dikategorikan sebagai senjata kimia. Diantaranya, bom api dan bom obscurants. Meskipun bom-bom itu juga mengadung racun.
Khusus untuk senjata biologi, WHO telah mendata 47 perantara-perantara biologi yang bisa disebut sebagai senjata. Badan kesehatan dunia ini mengakui data-data mereka berbeda dengan yang dipublikasikan oleh Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Meskipun begitu, baik AS, NATO, maupun WHO telah menyepakati tentang apa yang bisa disebut sebagai senjata perantara biologis.
Diantara perantara-perantara itu, para ahli menyebutkan beberapa, seperti anthrax, wabah pes, penyakit tifus, cacar, brusellosis, mielodosis, dan tularaemia. Para ahli WHO juga menambahkan beberapa perantara lain dalam daftar ini, termasuk perantara seperti kolera, demam Hemoragic Crimean Congo, demam Rift Valley, virus penyakit otak Russian Spring-Summer, demam tulang, virus penyakit otak Jepang, Venezuelan Equine Encephalomyelitis, dan influensa.
Namun begitu, tak semua data yang termuat dalam daftar WHO itu tepat. WHO mengakui daftar tersebut belum lengkap dan masih merupakan data yang terus didiskusikan oleh para ilmuwan. (Ira Kartika MB—Tempo News Room/AFP)