TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah lembaga swadaya masyarakat di Hong Kong, Yayasan Resolve, melakukan kampanye di media sosial untuk memerangi rasisme pada etnis minoritas non-Cina di kota Hong Kong.
Dikutip dari scmp.com, Sabtu, 27 Oktober 2018, kampanye yang dilakukan Yayasan Resolve adalah dengan menayangkan video rasisme di media sosial. Diantara video kampanye itu terdengar sejumlah suara termasuk dari seorang mahasiswa hukum dari Togo, Afrika Barat. Mahasiswa itu menceritakan pengalamannya bagaimana dia ditolak yang pemilik kontrakan di Hong Kong karena dia orang Afrika.
Seorang guru bahasa Inggris dari Bangladesh dalam rekaman video itu menceritakan seorang muridnya mengatakan seorang TKI mengalami penghinaan saat diteriaki oleh staf restoran yang meminta menu bahasa Inggris.
Baca: Mesut Ozil: Saya Mundur Karena Rasisme dan Tidak Dihargai
Masalah rasisme di Hong Kong telah membuat Komisi Kesamaan Kesempatan di Hong Kong menyuarakan dukungan bagi kampanye ini. Bentuk kampanye ini adalah lewat sebuah tayangan bernama ‘Kisah Rasisme Setiap Hari di Hong Kong’.
Tayangan ini baru saja diluncurkan di Facebook dan YouTube dalam bahasa Inggris dan Kanton. Kampanye anti-rasis ini akan mempublikasi satu tayangan setiap minggu sampai 6 November 2018. Puncak dari kampanye ini, akan diselenggarakan sebuah diskusi panel secara langsung.
Baca: Begini Jadinya Isi Supermarket Jika Rasisme Menang di Jerman
“Contoh yang sangat jelas, saya tidak bisa naik taksi di Hong Kong karena warna kulit saya. Setidaknya 90 kali, para supir taksi ini tidak mau mengantarkan saya. Walau pun saya mengantri dan masuk ke taksi tersebut, tetapi supir taksi akan memaksa saya turun,” kata Yasir Naveed dari Pakistan.
Rasisme juga dialami oleh para TKI di Hong Kong. Arista Devi seorang TKI yang datang ke Hong Kong pertama kali pada 2009, menceritakan lewat bukunya bagaimana rasisme semakin meluas dan mengakar di kehidupan sosial masyarakat Hong Kong. Diantara stigma buruk adalah TKI dianggap suka mencuri.
Populasi etnis minoritas di Hong Kong naik delapan persen atau sekitar 600 ribu dari total 7,4 juta jiwa populasi. Hasil jajak pendapat yang dilakukan Universitas Pendidikan Hong Kong pada awal tahun ini memperlihatkan 6 dari 10 penduduk Hong Kong berfikir etnis minoritas di kota itu pernah menjadi korban prasangka atau dituding yang tidak-tidak.
Berkaca pada kondisi rasisme di Hong Kong ini, Yayasan Resolve menyerukan bahwa sekarang saatnya penduduk Hong Kong berkontribusi secara positif pada lingkungan sosial. Caranya dengan memberdayakan individu dari etnis minoritas agar berani berbicara atas nama sendiri dan menjadi pemimpin komunitas.