TEMPO.CO, Jakarta - Lebih dari 100 wartawan di Bangladesh melakukan unjuk rasa di ibu kota Dakka, Kamis, 11 Oktober 2018, waktu setempat. Dalam aksi itu, para kuli tinta tersebut membekap mulut mereka dengan kain hitam.
Dikutip dari Reuters pada Jumat, 12 Oktober 2018, demonstrasi itu dipicu oleh sikap Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina, yang melanggar kepercayaan melalui rencananya menerbitkan aturan yang dikhawatirkan akan menindas kebebasan pers di negara itu.
Baca: Geng Kriminal Bangladesh Lukai Sembilan Jurnalis
Pemerintahan Hasina memutuskan mempertahankan undang-undang keamanan digital dengan alasan untuk mengendalikan kejahatan siber. Namun para wartawan melihat sanksi hingga 14 tahun penjara dalam undang-undang itu bagi siapapun yang mencoba merekam diam-diam informasi di dalam gedung pemerintahan, bisa menciptakan sebuah ketakutan. Para wartawan yang berunjuk rasa tersebut sangat yakin pemerintah telah kembali pada aturan sebelumnya untuk memberlakukan sejumlah aturan baru.
"Kami menilai ini mengkhianati kepercayaan yang dijanjikan tiga menteri senior di kabinet," tulis Dewan Editor, sebuah organisasi wartawan yang turun ke jalan, Kamis, 11 Oktober 2018.
Baca: Polisi Bangladesh Didesak Bebaskan Fotografer Shahidul Alam
Menteri Informasi Bangladesh, Hasanul Haq dan dua menteri lainnya sebelumnya telah berjanji kepada para wartawan pada September 2018 untuk menggelar pertemuan guna mendiskusikan permasalahan ini. Haq mengatakan pihaknya telah menyampaikan kepada Perdana Menteri mengenai kekhawatiran Dewan Editor dan berharap dalam pertemuan kabinet selanjutnya permasalahan ini akan disinggung kembali.
Kritis deras menyebut undang-undang pengendalian kejahatan siber adalah upaya Perdana Menteri Hasina untuk mengekang kebebasan para wartawan menyusul pemilu yang akan diselenggarakan pada Desember 2018. Dalam pemilu itu, Hasina akan maju untuk ketiga kalinya sebagai orang nomor satu di Bangladesh.