TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas perbankan Cina mengumumkan pengurangan jumlah simpanan wajib perbankan di bank sentral untuk mendorong lebih banyak penyaluran kredit oleh perbankan.
Baca:
Kebijakan yang diumumkan pada Ahad, 7 Oktober 2018, ini membuat perbankan Cina memiliki ekstra uang tunai sebesar US$110 miliar atau sekitar Rp1700 triliun untuk disalurkan kepada perusahaan dan individu untuk mendorong aktivitas ekonomi dan pembayaran utang bank ke bank sentral.
“Bank Sentral Rakya Cina mengumumkan memotong ketentuan giro wajib minimum sebesar 1 persen mulai 15 Oktober untuk mendorong pertumbuhan kredit dan pengembangan ekonomi,” begitu dilansir media SCMP pada Ahada, 7 Oktober 2018 waktu setempat. Sekitar US$65 miliar atau sekitar Rp1000 triliun bakal digunakan untuk pembayaran utang perbankan ke bank sentral.
Baca:
“Ini menunjukkan adanya kebijakan pelonggaran uang sebagai efek dari perang dagang Cina versus Amerika. Ini juga menunjukkan determinasi Beijing untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi,” kata liao Qun, kepala ekonomi dari China Citic Bank International.
Presiden Donald Trump bersama dengan Presiden Cina Xi Jinping, saat upacara penyambutan di Beijing, Cina, 9 November 2017. REUTERS/Thomas Peter
Seperti dilansir Reuters, perang dagang antara AS versus Cina meningkat drastis dalam beberapa waktu terakhir. Ini terjadi setelah pemerintahan Presiden AS, Donald Trump, mengenakan kenaikan tarif 10 persen untuk impor barang dari Cina senilai US$200 miliar atau sekitar Rp3000 triliun. Ini meningkat drastis dari jumlah impor asal Cina sebesar US$50 miliar atau sekitar Rp760 triliun yang diterapkan sebelumnya.
Baca:
Menurut Zhang Ming, peneliti di Akademi Cina bidang Ilmu Sosial, kebijakan bank sentral tadi merupakan respon Cina atas terjadinya pelemahan pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh perang dagang.
“Perang dagang yang semakin dalam dengan AS melemahkan peran perdagangan dalam pertumbuhan ekonomi,” kata Zhang. “Jika ekspor melambat karena terjadi sengketa perdagangan, dampaknya akan menyebar ke investasi di sektor manufaktur.” Saat ini, eknomi Cina memiliki nilai tahunan sekitar US$12 triliun atau sekitar Rp182 ribu triliun.