TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Tunisia memutuskan memperpanjang masa darurat selama satu bulan menyusul serangan bus kepresidenan.
Menurut laporan Middle East Monitor mengutip pernyataan kantor kepresidenan Republik Tunisia, Presiden Beji Caid Essebi menerima Menteri Dalam Negeri Hisham Al-Furati dan Menteri Pertahanan Abdul Karim Al-Zubaidi di Istana Presiden di Carthage, Jumat 5 Oktober 2018.
Baca: Serangan di Tunisia, Ancaman Teroris 'Menghantui'
Presiden Tunisia Beji Caid Essebsi. presstv.ir
"Pertemuan tersebut membahas masalah keamanan setelah terjadi insiden serangan terhadap bus kepresidenan."
Selain itu, tulis Middle East Monitor, rapat tersebut meninjau kembali soal situasi militer dan kesiapan berbagai unit militer termasuk pasukan antiteror dan antikejahatan. "Perpanjangan masa darurat militer ini berlaku efektif pada Senin 8 Oktober 2018."
Otoritas Tunisia menetapkan negara dalam keadaan bahaya untuk pertama kalinya tiga tahun lalu pada November 2015. Saat itu terjadi ledakan bom menghantam bus kepresidenan berisi para pejabat keamanan di Ibu Kota Tunis. Akibat ledakan tersebut sekitar 30 orang tewas dan sejumlah korban lainnya luka-luka. "Sejak itu, kondisi darurat diperpanjang beberapa kali, terakhir pada 12 Maret 2018."Sejumlah pengunjuk rasa membakar bendera Amerika Serikat saat melakukan aksi setelah Presiden Trump menunjuk Yerusalem menjadi ibukota Israel di Tunis, Tunisia, December 7, 2017. REUTERS/Zoubeir Souissi
Undang-Undang Darurat memberikan kekuasaan yang luas kepada Menteri Dalam Negeri, termasuk kewenangan menjebloskan oprang ke dalam tahanan rumah, melarang pertemuan, memberlakukan jam malam dan memeriksa toko.
Baca: Turis Tembaki Pengunjung Pantai di Tunisia, 37 Orang Tewas
Keadaan darurat juga memungkinkan pemerintah Tunisia mengontrol media, publikasi dan siaran radio, pertunjukan sinematik dan teatrikal tanpa harus meminta izin sebelumnya dari pengadilan.