TEMPO.CO, Jakarta - Banyak orang berfikir mereka yang berprofesi sebagai model menjalani kehidupan seperti diimpikan orang, yakni berpakaian modis nan mahal dan bepergian ke luar negeri untuk menjalani berbagai peragaan busana.
Namun dibalik itu semua, hanya sedikit yang tahu banyak model mendapatkan uang honor yang tak seberapa dan tercekik utang pada agensi. Mereka terlalu takut untuk mengakui mereka punya utang.
“Hal terburuk adalah membicarakan kenyataan ini karena di industri ini orang-orang hanya ingin bekerja dengan model sukses,” kata Clara, 26 tahun, yang sudah pernah tampil sampul majalah Vogue dan lenggak-lenggok di atas panggung catwalks memperagakan pakaian merek Prada, Rick Owens dan Comme des Garcons.
Baca: Eks Model Dewasa Asal Inggris ini Hampir Bergabung ke ISIS
Baca: Dihina Terlalu Gemuk, Model Asal Inggris Beralih Menjadi Pegulat
Dikutip dari asiaone.com pada Minggu, 30 September 2018, Clara, bukan nama sebenarnya, menceritakan dia dan banyak teman-temannya terjebak oleh agen-agen modeling dan kekhawatiran bahwa mereka akan kehilangan pekerjaan. Model lain menceritakan, mereka sering dibayar dengan pakaian dan tas, bahkan hampir tidak pernah dibayar untuk pemotretan di majalah.
Clara menceritakan menjadi model sejak masih sekolah. Pada pagelaran busana pertamanya, Paris fashion week, pihak agensi menyediakan kendaraan bagi para model untuk melakukan casting. Namun mereka harus berbagi kamar tidur di apartemen yang disewa lewat Airbnb oleh agensi.
“Saya baru mengetahui bahwa saya rupanya membayar sendiri jasa supir untuk mengantar saya casting sebesar 300 euro per hari. Saya menandatangani kontrak, namun faktanya pada pekerjaan saya memiliki utang sekitar 3.000 euro (Rp 51 juta),” kata Clara.
Ketika mengikuti New York fashion week, kondisi pun tak jauh berbeda. Sebab setiap model dari luar negeri, harus membayar visa kerja yang harganya sangat mahal. Hal ini membuat para model belum apa-apa sudah berutang.
Tinggal di apartemen khusus model pun tak gratis. Dalam New York fashion week, agensi akan mengenakan tarif US$ 50 per malam untuk sebuah kamar yang digunakan beramai-ramai.
“Saat hendak memulai casting, saya sakit sehingga melewatkan banyak kesempatan. Walhasil, saya pulang ke rumah dengan membawa utang US$ 8 ribu (Rp 119 juta),” kata Clara.
Clara mengaku sampai sekarang masih terlilit utang pada agensinya di Paris dan New York meski dia telah melakukan banyak pekerjaan untuk mereka. Saat dia mengikuti sebuah pagelaran adibusana di Paris, dia mendapatkan honor sebesar 1.100 euro, namun setelah dipotong utang dia hanya menerima 400 euro.
Clara tak sendiri. Seorang model asal Amerika Serikat, 24 tahun, mengatakan lilitan utang mengubah kehidupan pribadinya.
Kelompok pejuang hak-hak para model, Model Law, mengatakan utang adalah hal paling tabu untuk dibicarakan di kalangan model, ketimbang pelecehan seksual. Kondisi ini tak bisa dibiarkan berlarut-larut.
“Sudah waktunya menghentikan pelechan, praktik-praktik yang meragukan dan pelanggaran hukum perburuhan yang berlangsung selama bertahun-tahun,” kata Ekaterina Ozhiganova, Pendiri Kelompok Model Law, yang didirikan pada awal 2018 di Paris, Prancis.
Dua model berpengalaman asal Amerika Serikat yang dirahasiakan identitasnya menceritakan mereka telah menjadi budak utang, dimana agensi telah bertindak seperti singa yang menerkam pendapatan mereka. Model asal Eropa dan Brazil, yang saat ini mendominasi casting, telah menjadi kelompok paling rentan terhadap eksploitasi dan mendapatkan kesepakatan yang paling kurang menguntungkan.