TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Mesir menjatuhi hukuman dua tahun penjara pada seorang aktivis perempuan, Amal Fathy. Hukuman dijatuhkan terkait sebuah rekaman video yang diunggahnya ke media sosial.
Dalam rekaman itu, Fathy mengkritik pemerintah Mesir yang dituding gagal melindungi perempuan dari pelecehan seksual dan kemiskinan. Fathy adalah aktivis anggota gerakan muda yang juga ikut terlibat dalam unjuk rasa pada 2011 untuk memaksa mantan Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri.
Baca: Mesir Menuju Era Baru, Tunjuk Gubernur Perempuan Kristen
Dikutip dari Reuters pada Minggu, 30 September 2018, pengacara Fathy, Tarek Abuel Nasr mengatakan selain penjara, kliennya juga harus membayar denda sebesar US$ 562 atau Rp 7,8 juta. Dia didakwa telah menyebarkan berita bohong yang mengancam keamanan negara dan menyebarkan video yang melanggar kesopanan publik. Dia juga menghadapi sejumlah tuntutan lain, diantaranya bergabung dengan sebuah kelompok ilegal.
"Ini ketidakadilan, tidak bisa dibenarkan dan tidak bisa dimengerti. Kami telah memberikan semua bukti untuk membuktikan bahwa dia tidak menyebarkan berita palsu, ”kata Mohamed Lotfy, suami Fathy, yang juga aktivis HAM serta Direktur Eksekutif Komisi HAM dan Kebebasan Mesir.
Baca: Soal Perempuan, Mesir Paling Buruk di Negara Arab
Menurut Lotfy, ketika seorang perempuan menjadi korban pelecehan seksual dan mendapat hukuman penjara dua tahun serta denda, ini sama artinya agar perempuan diseluruh Mesir menutup mulut. Pemerintah Mesir belum memberikan pernyataan terkait hal ini. Pengacara Fathy memastikan pihaknya akan mengajukan banding.
Kelompok-kelompok HAM di Mesir sering mengkritik kondisi penegakan HAM di Mesir yang terus-menerus tertindas di bawah kepemimpinan Presiden Mesir, Abdel Fatah al-Sisi. Presiden Sisi berkuasa sejak 2013 setelah menggulingkan mantan Presiden Mohamed Morsi.