TEMPO.CO, Jakarta - Pada Selasa pagi, 25 September 2018, pagoda di penjuru Kamboja dipenuhi warga. Mereka menabur beras ke tanah untuk 'memberi makan' roh yang telah meninggal.
Aktivitas warga Kamboja itu menandai berlangsungnya 'Festival Kematian' atau Pchum Ben. Festival ini dilangsungkan selama 15 hari dan merupakan acara tahunan yang ditujukan untuk mengirim doa dan memberi sesajen kepada anggota keluarga yang telah berpuluh tahun meninggal. Mereka percaya roh-roh itu hanya makan sesajen yang disuguhkan pada masa Festival Kematian.
Baca: Sebelum Tewas, Aktivis Kamboja Ini Berniat 'Lari' ke Prancis
Di pagoda Tuol Tumpoung yang terletak di jantung kota Phonm Penh, ratusan orang memadati komplek kuil. Mereka memberikan makanan dan uang kepada para biksu yang mengirimkan doa.
"Pada hari pertama peringatan Pchum Ben, roh anggota keluarga berdatangan untuk mencari sesajen yang kami sajikan," kata Mang Noy, 74 tahun, di Pagoda Toul Tumpoung, seperti dikutip dari channelnewsasia.com, Selasa, 25 September 2018.
Baca: Bagaimana Khmer Merah Berkuasa dan Membunuh
Bagi sebagian besar masyarakat Kamboja, Festival Kematian adalah momen untuk mengenang anggota keluarga yang menjadi korban pembantaian rezim Khmer Merah pada 1975-1979. Dalam aksi pembantaian itu, setidaknya 1,8 juta warga Kamboja dibunuh oleh rezim Khmer Merah. Jumlah itu seperempat dari total populasi Kamboja pada masa itu.
Sebagian besar korban tewas karena mengalami kelaparan, penyiksaan, kelelahan atau terjangkit penyakit di kamp-kamp kerja paksa. Ada pula yang dipukul sampai tewas dalam eksekusi masal.
Mang Noy, mengatakan keluarganya memberikan sesajen kepada lebih dari 20 anggota keluarga yang dibunuh oleh rezim Khemer Merah Kamboja. Mang Noy berharap roh leluhurnya bisa mendapat cukup makan dan mendoakan yang masih hidup kebaikan.