Khan al-Ahmar terletak beberapa kilometer dari Yerusalem. Desa ini berada di antara dua permukiman illegal Israel, Maale Adumim dan Kfar Adumim, yang dimana ingin dikembangkan oleh pemerintah Israel.
Penghapusan desa Badui memungkinkan pemerintah Israel untuk secara efektif memotong Tepi Barat menjadi dua.
Sejumlah anak-anak suku badui Palestina berjalan menuju rumah mereka usai mengikuti pelajaran di sekolah di desa al-Khan al-Ahmar di Tepi Barat Jericho, 23 Februari 2017. REUTERS/ Ammar Awad
Penduduk dari desa itu adalah anggota dari suka Badui Jahalin yang diusir dari tanah mereka di gurun Naqab (Negev) oleh militer Israel pada tahun 1950-an. Mereka telah mengungsi dua kali sebelum akhirnya menetap di Khan al-Ahmar, jauh sebelum pemukiman ilegal di sekitarnya ada.
Baca: Israel Usir Suku Badui di Tepi Barat Palestina
Mereka terdiri dari 40 keluarga yang tinggal di tenda-tenda serta gubuk-gubuk yang oleh perjanjian Oslo pada tahun 1993 dianggap sebagai Area C, yaitu merupakan 60 persen masuk dalam wilayah Tepi Barat dan berada di bawah kendali administrasi dan keamanan Israel.
Keputusan Mahkamah Agung Israel beberapa pekan yang lalu sebagian besarnya adalah didasari oleh premis bahwa desa itu dibangun tanpa izin dari Israel. Namun, warga Palestina mengatakan bahwa hal ini mustahil untuk diperoleh mengingat Israel sedang gencar memperluas permukiman ilegal untuk warga Yahudi Israel.
Data PBB menyatakan bahwa otoritas Israel hanya menyetujui 1,5 persen dari semua permintaan izin yang diajukan oleh warga Palestina antara 2010 dan 2014. Pada awal Juli, buldoser Israel menghancurkan sejumlah tenda dan bangunan di Khan al-Ahmar, yang kemudian memicu konfrontasi dengan penduduk setempat.
ALJAZEERA | SARAH ERVINA DARA SIYAHAILATUA