TEMPO.CO, Tel Aviv - Duta besar Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Gholam Ali Khoshrou, meminta lembaga internasional itu mengutuk ancaman Israel terhadap Teheran.
Baca:
Hadapi Iran, Arab Saudi Beli Rudal Iron Dome dari Israel
Khoshrou juga meminta PBB membawa program nuklir Israel ke supervisi lembaga International Atomic Energy Agency atau IAEA, yang bernaung di bawah PBB.
Khoshrou menyampaikan hal tersebut dalam surat untuk Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan Dewan Keamanan PBB.
“Kecaman Iran ini terjadi menyusul serangan udara Israel pada Rabu pekan lalu terhadap fasilitas militer Suriah yang menyimpan senjata dan akan ditransfer ke Hizbullah di Libanon dari Iran,” begitu dilansir Jerusalem Post, mengutip pernyataan dari juru bicara militer Israel IDF, pada Kamis, 20 September 2018, waktu setempat.
Baca:
Israel akan Serang Iran jika Terus Kembangkan Nuklir
Ini terkait dengan serangan udara Israel ke daerah Latakia, yang terletak di barat daya Suriah. Serangan udara Israel ini dibalas serangan rudal anti-serangan udara dari Suriah menggunakan S-200. Dalam kejadian ini, pesawat pengintai maritim Rusia, Ilyushin-20, tertembak serangan balasan Suriah.
Baca:
Israel Akui Lancarkan 200 Serangan ke Pangkalan Iran di Suriah
Militer Rusia, seperti dilansir Haaretz, menyalahkan Israel atas insiden yang menewaskan 15 orang prajuritnya tersebut. Menurut Rusia, pesawat jet tempur F-16 Israel sengaja bersembunyi di atas pesawat Ilyushin-20 dan telat memberi peringatan yang disebut hanya satu menit sebelum serangan.
Fasilitas Nuklir Iran di Isfahan.[haaretz]
Militer Israel mengatakan tertembaknya pesawat pengintai maritim Rusia Ilyushin-20 karena kesalahan militer Suriah, yang dituding menembakkan sekitar 20 rudal S-200 saat pesawat jet tempur Israel telah kembali ke wilayahnya.
Baca:
Pesawatnya Ditembak, Rusia Selidiki Data Serangan Udara Israel
“Jatuhnya pesawat militer Rusia ini memicu terjadinya krisis paling serius antara Moskow dan Yerusalem sejak Rusia melibatkan diri secara militer di Suriah pada 2015,” begitu dilansir Jerusalem Post asal Israel.