TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menuding negara-negara teluk yang mendapat dukungan dari Amerika Serikat sebagai dalang serangan penembakan dalam parade militer Iran pada Sabtu 22 September 2018. Separuh dari jumlah korban tewas adalah pasukan elit Revolusionari.
Khamenei telah memerintahkan pasukan keamanan untuk mengadili mereka yang harus bertanggung jawab atas penyerangan ini. Serangan teror ini terburuk yang pernah terjadi pada pasukan Revolusionari, yakni pasukan khusus di Iran.
“Kejahatan ini adalah kelanjutan dari rencana-rencana negara kawasan yang merupakan boneka Amerika Serikat dan bertujuan menciptakan ketidakamanan di negara yang kita cintai ini,” kata Khamenei.
Baca: Kelompok Gerakan Demokratik Arab Menyerang Parade Militer Iran?
Personel militer yang terluka dievakuasi di mobil ambulans saat terjadi penembakan dalam parade militer di Kota Ahvaz, Iran, Sabtu, 22 September 2018. Alireza Mohammadi/ISNA via AP
Baca: Parade Militer Iran Diserang, 24 Tewas
Khamenei tidak menyebut nama negara tertentu dalam pernyataanya. Namun dikutip dari Reuters pada Minggu, 23 September 2018, tuduhan Khamenei ini diproyeksi akan semakin meningkatkan ketegangan antara Iran dengan kompetitornya, Arab Saudi dan sekutu-sekutu negara itu di Teluk yang bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk mengisolasi Iran. Israel adalah salah satu negara sekutu Amerika Serikat yang menentang Teheran.
Kelompok radikal Negara Islam Irak-Suriah atau ISIS mengklaim bertanggung jawab atas serangan ini. Namun tidak disertai bukti.
Empat pelaku melancarkan serangan dengan cara menembak secara membabi-buta dari jarak jauh di sebuah taman ke arah parade militer Iran dan masyarakat yang sedang menyaksikan acara itu. Serangan ini telah menewaskan 29 orang dan melukai sedikitnya 70 orang. Tiga pelaku tewas saat dilumpuhkan oleh aparat keamanan dan satu orang lainnya berhasil ditahan.
Serangan ini mengincar pejabat tinggi Iran yang sedang berkumpul di kota Ahvaz untuk menyaksikan acara tahunan peringatan perang Iran dan Irak pada 1980-1988. Namun faktanya, terdapat perempuan dan anak-anak yang menjadi korban. Pada Sabtu malam, 22 September 2018, Iran telah menarik utusan khususnya untuk Belanda, Denmark dan Inggris karena sangat yakin negara-negara itu juga telah mementang Iran.