Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Atasi Perubahan Iklim, Peneliti Usul Bangun Tembok di Antartika

image-gnews
12_iptek_eslautantartika
12_iptek_eslautantartika
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Sekelompok peneliti menyusun proposal untuk mencegah dampak terburuk perubahan iklim, yakni membangun dinding besar di bawah lapisan es Antartika atau Kutub Selatan agar tetap membeku selama milenium berikutnya.

Jika terlaksana, ini akan menjadi proyek geo-engineering terbesar dalam sejarah umat manusia, yang ditujukan untuk mencegah kenaikan permukaan laut yang tiba-tiba yang akan membuat kota-kota pantai utama di kedua sisi daratan Atlantik yang tidak bisa dihuni dan beku, menyebabkan kerugian bernilai triliunan dolar dan berpotensi membunuh atau menggusur ratusan juta orang.

Baca: Turki Bangun Pangkalan Ilmiah Bersama 30 Negara Lain pada 2019

"Melakukan geo-engineering berarti sering mempertimbangkan hal yang tak terpikirkan," kata John Moore, salah satu dari dua penulis studi baru, yang diterbitkan dalam The Cryosphere, dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir dari Russia Today, 22 September 2018.

Gunung es seluas lebih dari 5.800 km persegi dan seberat satu triliun ton lepas dari lapisan es Larsen C di Antartika. Kredit: Washington Post

Studi ini mempertimbangkan lapisan es Antartika dan Greenland sebagai subjek uji utamanya, dengan fokus khusus pada Thwaites Glacier di Antartika Barat, yang secara luas dianggap rentan runtuh. Jika runtuh, kenaikan permukaan laut akan menjadi bencana besar sementara Gulf Stream akan hancur hampir seluruhnya.

Baca: Akibat Gelombang Panas, Puncak Gunung Es Swedia Kehilangan Rekor

"Thwaite dapat dengan mudah memicu keruntuhan lapisan es (Kutub Selatan Antartika) yang pada akhirnya akan meningkatkan permukaan laut dunia menjadi sekitar 3 meter," kata Michael Wolovick, peneliti geosains di Princeton dan penulis lain studi tersebut.

Namun, semua lapisan es, jika meleleh, dapat meningkatkan permukaan laut di seluruh dunia dengan perkiraan 60 meter menurut satu studi yang dipublikasikan di Journal Nature.

Foto yang menunjukkan pecahan es yang terbentuk dari jalur yang dilalui kapal penelitian dan pemecah es Xue Long di Antartika. chinadaily.com.cn

Permukaan laut dunia naik sekitar rata-rata enam inci selama abad ke-20, yang mengarah ke perambahan garis pantai sekitar 15 meter di sepanjang pesisir timur Amerika Serikat.

Proposal melibatkan pembangunan struktur yang sangat sederhana atau dinding di bawah lapisan es utama untuk mencegah erosi dan pelelehan yang disebabkan oleh masuknya air hangat dari bawah. Lautan telah menyerap sejumlah besar panas yang disebabkan oleh perubahan iklim dan pembakaran bahan bakar fosil.

Proposal ini memusatkan pada Thwaites Glacier, yang kira-kira lebarnya 80 sampai 100 kilometer untuk uji coba.

Namun para penulis juga menyayangkan bahwa industri bahan bakar fosil akan melihat proyek rekayasa seperti itu sebagai kesempatan untuk keluar dari rasa bersalah, yang akan memungkinkannya untuk terus mengekstraksi batu bara, minyak dan gas untuk pembakaran, memompa lebih banyak gas rumah kaca ke atmosfer.

Baca: Gunung Es Raksasa Greenland Menjauh, Terlihat Sampai ke Satelit

"Ada elemen masyarakat yang tidak jujur yang akan mencoba menggunakan penelitian kami untuk menentang perlunya pengurangan emisi. Penelitian kami tidak mendukung interpretasi itu," tutur para penulis.

Kritik lain dari proposal dinding Antartika yakni rencana hanya akan mengendalikan gejala, bukan penyebab perubahan iklim, sementara faktor-faktor lain seperti kekeringan, sistem badai yang semakin intens dan pengasaman laut akan terus memburuk.

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Diskusi di Jakarta, Bos NOAA Sebut Energi Perubahan Iklim dari Lautan

1 hari lalu

Ilustrasi badai taifun yang muncul di Samudera Pasifik. (friendsofnasa.org)
Diskusi di Jakarta, Bos NOAA Sebut Energi Perubahan Iklim dari Lautan

Konektivitas laut dan atmosfer berperan pada perubahan iklim yang terjadi di dunia saat ini. Badai dan siklon yang lebih dahsyat adalah perwujudannya.


Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

1 hari lalu

Mobil terjebak di jalan yang banjir setelah hujan badai melanda Dubai, di Dubai, Uni Emirat Arab, 17 April 2024. REUTERS/Rula Rouhana
Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

Peningkatan intensitas hujan di Dubai terkesan tidak wajar dan sangat melebihi dari prediksi awal.


5 Hal Banjir Dubai, Operasional Bandara Terganggu hingga Lumpuhnya Pusat Perbelanjaan

2 hari lalu

Mobil melewati jalan yang banjir saat hujan badai di Dubai, Uni Emirat Arab, 16 April 2024. REUTERS/Abdel Hadi Ramahi
5 Hal Banjir Dubai, Operasional Bandara Terganggu hingga Lumpuhnya Pusat Perbelanjaan

Dubai kebanjiran setelah hujan lebat melanda Uni Emirat Arab


Siklon Tropis Olga dan Paul Meluruh, Dua Gangguan Cuaca Menghadang Pemudik Saat Arus Balik

6 hari lalu

Penumpang Kapal Motor (KM) Dobonsolo menggunakan sepeda motor saat tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Minggu, 14 April 2024. Kementerian Perhubungan memberangkatkan peserta mudik gratis pada arus balik Lebaran 2024 dengan rincian sebanyak 1.705 orang penumpang dan 663 unit sepeda motor melalui jalur transportasi kapal laut dari Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang tujuan Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dengan menggunakan Kapal Pelni KM Dobonsolo. TEMPO/M Taufan Rengganis
Siklon Tropis Olga dan Paul Meluruh, Dua Gangguan Cuaca Menghadang Pemudik Saat Arus Balik

Cuaca di Indonesia selama periode arus balik mudik hingga sepekan mendatang masih dipengaruhi oleh dua gangguan cuaca skala sinoptik.


Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

7 hari lalu

Anomali suhu udara permukaan untuk Maret 2024. Copernicus Climate Change Service/ECMWF
Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

Maret 2024 melanjutkan rekor iklim untuk suhu udara dan suhu permukaan laut tertinggi dibandingkan bulan-bulan Maret sebelumnya.


Aktivis Greta Thunberg Ditangkap Dua Kali Saat Unjuk Rasa di Belanda

12 hari lalu

Seseorang memegang gambar aktivis iklim Greta Thunberg ketika para aktivis menandai dimulainya Pekan Iklim di New York selama demonstrasi yang menyerukan pemerintah AS untuk mengambil tindakan terhadap perubahan iklim dan menolak penggunaan bahan bakar fosil di New York City, New York, AS, 17 September 2023. REUTERS/Eduardo Munoz
Aktivis Greta Thunberg Ditangkap Dua Kali Saat Unjuk Rasa di Belanda

Aktivis Greta Thunberg ditangkap lagi setelah dibebaskan dalam unjuk rasa menentang subsidi bahan bakar minyak.


Curah Hujan Tinggi di Bogor, Ahli Meteorologi IPB Ungkap Fakta Ini

16 hari lalu

Ilustrasi hujan. REUTERS
Curah Hujan Tinggi di Bogor, Ahli Meteorologi IPB Ungkap Fakta Ini

Setidaknya ada tiga faktor utama yang menyebabkan curah hujan di Kota Bogor selalu tinggi. Namun bukan hujan pemicu seringnya bencana di wilayah ini.


Peneliti BRIN Mendesain Kontainer 40 Kaki untuk Kapal Mini LNG

17 hari lalu

Desain Kontainer LNG BRIN (Dok. Humas BRIN)
Peneliti BRIN Mendesain Kontainer 40 Kaki untuk Kapal Mini LNG

Peneliti BRIN melakukan riset untuk mengembangkan kontainer ISO LNG untuk kapal pengangkut LNG mini.


Green Day akan Tampil di Panggung Konser Iklim

19 hari lalu

Billy Joe Armstrong dari Green Day tampil membawakan lagu
Green Day akan Tampil di Panggung Konser Iklim

Grup musik punk Green Day akan tampil dalam konser iklim global yang didukung oleh PBB di San Francisco


Pengelolaan Hutan Didominasi Negara, Peneliti BRIN Usul Cegah Deforestasi melalui Kearifan Lokal

23 hari lalu

Pemandangan udara terlihat dari kawasan hutan yang dibuka untuk perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, 6 Juli 2010. REUTERS/Crack Palinggi/File Foto
Pengelolaan Hutan Didominasi Negara, Peneliti BRIN Usul Cegah Deforestasi melalui Kearifan Lokal

Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan seringkali tidak mendapatkan hak akses yang cukup untuk memanfaatkan sumber daya di dalamnya.