TEMPO.CO, Jalur Gaza – Delegasi Parlemen Uni Eropa mengecam pelarangan atas kunjungan mereka ke Jalur Gaza, Palestina, oleh otoritas Israel. Kepala Delegasi Parlemen UE, Neoklis Sylikiotis, menuding pemerintah Israel tidak mengizinkan publik untuk menyaksikan apa yang terjadi di Jalur Gaza.
Baca:
“Bagi saya, apa yang terjadi di Jalur Gaza merupakan sebuah kejahatan perang. Kita harus menyampaikan pesan ini kepada komunitas internasional. Pemukiman Israel merupakan kejahatan perang,” kata Sylikiotis, yang juga anggota parlemen dari Siprus, seperti dilansir Russia Today pada Kamis, 20 September 2018.
Delegasi parlemen Uni Eropa dijadwalkan tiba di Gaza pada Kamis, 20 September 2018, tapi tidak mendapat akses. Delegasi mengatakan mereka ingin memonitor situasi kemanusiaan yang disebabkan oleh blokade selama satu dekade. Rencananya, delegasi UE ini bakal berkunjung ke lokasi selama tiga hari.
Baca:
Media Russia Today melansir otoritas Israel menolak berulang kali rencana kunjungan delegasi ini sejak 2011. Dalam pernyataan di situs Parlemen Uni Eropa, Sylikiotis mengatakan keputusan Israel itu sebagai semena-mena dan tidak bisa diterima.
Dia juga mengatakan Israel merasa malu dan takut membiarkan para ahli dari Eropa untuk menyaksikan situasi mengenaskan di Gaza. Sylikiotis menyerukan kembalinya Otoritas Palestina ke Gaza. Dia juga mendesak komunitas internasional untuk menekan Israel agar mengakhiri blokade Gaza.
Baca:
Media Imemc.org melansir delegasi Parlemen UE ini terdiri dari enam orang. Mereka bertemu dengan penduduk desa dan aktivis. Sylikiotis dan rombongan telah mengunjungi desa Khan al-Ahmar pada Rabu pekan ini dan menolak penghancuran desa itu oleh militer Israel dengan menyebutnya sebagai kejahatan perang.
Ketua Delegasi Parlemen Uni Eropa, Neoklis Sylikiotis, berkunjung ke Palestina. Middle East Monitor
Ada sekitar 30 keluarga yang tinggal di desa ini. Israel bakal mendirikan pemukiman untuk orang Yahudi di desa ini.
Saat ini, ada sekitar 2 juta warga Palestina tinggal di Jalur Gaza, menurut data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Banyak diantara mereka berjuang untuk menafkahi keluarganya. Mereka juga kesulitan mendapatkan suplai kebutuhan penting seperti air bersih, perawatan medis, dan listrik.
Baca:
Sebuah laporan dari PBB yang terbit pada 2017 memperingatkan Jalur Gaza bakal tidak layak huni pada 2020 jika tidak ada perubahan.
Situasi di Jalur Gaza sedang tegang dalam 6 bulan ini setelah terjadinya protes ‘Pawai Besar untuk Kembali’ pada 30 Maret 2018. Protes ini berujung dengan tewasnya puluhan warga dan ratusan orang terluka. Israel beralasan tindakannya menggunakan peluru tajam untuk mempertahankan perbatasan dari para pemrotes.