TEMPO.CO, Jakarta - Tiga nelayan WNI yang dibebaskan oleh kelompok garis keras di Filipina selatan pada 15 September 2018, sehat secara fisik namun mengalami trauma setelah 20 bulan disandera. Pada Rabu, 19 September 2018, ketiganya masih belum siap bercerita kepada wartawan terkait penyanderaan yang dialami.
Tiga nelayan WNI yang dibebaskan itu adalah Hamdan bin Saleng, Sudarling bin Samansunga asal Selayar dan Subandi bin Sattu asal Bulukumba, Sulawesi Selatan. Mereka diculik saat sedang menangkap ikan dengan kapal BN 838/4/F di Perairan Taganak, Sabah, Malaysia pada 18 Januari 2017.
Rudi Wahyudin, sepupu istri Subandi, menceritakan pihaknya gembira tak terkira dan berterima kasih kepada pemerintah Indonesia karena berhasil membebaskan Subandi dan dua rekannya. Penyanderaan ini telah menjungkir balik perasaan keluarga.
“Saya atas nama keluarga, meminta maaf ketika ada salah satu keluarga berbicara dengan nada emosional karena ketidakpastian (pembebasan sandera),” kata Rudi, Rabu, 19 September 2018.
Baca: Kelompok Bersenjata di Filipina Bebaskan Sandera 3 Nelayan WNI
Nelayan WNI yang menjadi korban penyanderaan selama 20 bulan diserah-terimakan kepada keluarga. Sumber : Kementerian Luar Negeri.
Baca: Begini Kisah Pembebasan 10 WNI dari Sekapan Abu Sayyaf
Dia mengatakan peristiwa penyanderaan ini bukan hanya membuat keluarga trauma, tetapi secara umum masyarakat di Bulukumba, Sulawesi Selatan tidak berniat lagi melakukan tangkapan ikan di luar wilayah Bulukumba setelah muncul masalah ini. Pasca-bebas pada 15 September 2018, keluarga Subandi pun masih mempertimbangkan mata pencarian apa yang akan dilakukan.
Subandi, salah satu korban penyanderaan, berasal dari Bulukumba, sebuah wilayah di Sulawesi Selatan sepanjang 117 kilometer dengan tujuh kecamatan yang berhubungan langsung dengan laut. Sebagian besar masyarakat disana berprofesi sebagai nelayan.