TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Organisasi Negara-negara Amerika atau OAS mengancam akan melakukan intervensi militer di Venezuela untuk memulihkan demokrasi dan meredakan krisis kemanusiaan negara itu dari rezim Nicolas Maduro.
Dilaporkan Associated Press, 16 September 2018, Sekretaris Jenderal OAS (Organization of American States), Luis Almagro, menyampaikan peringatan tajam dalam kunjungan Jumat 14 September ke perbatasan Kolombia dengan Venezuela, di mana ia juga mengecam "kediktatoran" sosialis Presiden Nicolas Maduro yang memicu krisis migrasi di wilayah sekitar.
Baca: Atasi Krisis Venezuela, Nicolas Maduro Cari Pinjaman ke Cina?
"Sehubungan dengan intervensi militer untuk menggulingkan rezim Nicolas Maduro, saya pikir tidak ada pilihan yang harus dikesampingkan," kata Almagro pada konferensi pers di kota Kolombia, Cucuta.
"Apa yang dilakukan rezim Nicolas Maduro adalah kejahatan terhadap kemanusiaan, pelanggaran hak asasi manusia dan penderitaan orang-orang yang mendorong eksodus. Tindakan diplomatik harus menjadi prioritas pertama, tetapi kita tidak boleh mengesampingkan tindakan apa pun," tambah Almagro.
Sekjen OAS, Luis Almagro, berjabat tangan dengan seorang migran Venezuela di La Parada, Kolombia, perbatasan dengan Venezuela, Jumat, 14 September 2018. (AP Photo / Fernando Vergara)
Almagro telah menjadi kritikus Maduro yang paling vokal di Amerika Latin, tetapi sampai sebelum pernyataan Jumat kemarin, ia tidak bersedia mengambil tindakan lebih jauh dari saran Trump, yang pada tahun lalu mengusulkan opsi militer melawan Maduro. Dalam beberapa pertemuan dengan para pejabatnya dan para pemimpin Amerika Latin tahun lalu, Trump juga membahas kemungkinan invasi AS ke Venezuela.
Pernyataan Almagro, yang menyampaikan ancaman kekuatan militer sangat mengejutkan mengingat kecamannya atas dukungan invasi AS terhadap Republik Dominika pada 1965 untuk menyingkirkan seorang presiden yang terpilih secara demokratis tetapi pro-Kuba. Invasi yang dilakukan atas nama OAS, menyebabkan ribuan orang tewas dan selama beberapa dekade memicu kebencian Amerika Latin terhadap gagasan untuk menggunakan kekuatan melawan negara yang berdaulat.
Baca: Pejabat Amerika Tuding Maduro Biang Kerok Krisis Venezuela
Namun pada 2015 Almagro meminta maaf atas peran OAS dalam invasi, mengatakan peristiwa semacam itu tidak boleh diulang.
Sementara media Amerika Selatan yang berbasir di Caracas, TelesurTV, melaporkan Presiden Bolivia Evo Morales mengecam pernyataan Almagro melalui Twitter-nya, dengan alasan seruannya untuk intervensi militer menegaskan dia berhenti menjadi sekretaris jenderal dari OAS untuk menjadi agen sipil plot kudeta Trump.
"Menyerang Venezuela menyerang Amerika Latin," kata Morales memperingatkan pada Sabtu 15 September.
Foto yang diambil dari video yang dirilis Venezolana de Television, Presiden Nicolas Maduro (tengah) tengah menyampaikan pidato saat istrinya Cilia Flores mendongak setelah terkejut melihat ledakan di langit, di Caracas, Venezuela, Sabtu, 4 Agustus 2018.[Venezolana de Television melalui AP]
Pada hari yang sama, Wakil Presiden Venezuela Delcy Rodriguez juga mengecam pernyataan Almagro dan mengatakan pemerintah Venezuela akan membawa mereka ke PBB karena mereka "mempromosikan intervensi militer terhadap tanah air kita dan menyerang perdamaian di Amerika Latin dan Karibia".
Baca: Venezuela Kecam Kontak Pejabat Amerika dengan Komplotan Kudeta
Komentar-komentar Almagro dibuat selama kunjungan dengan Presiden Kolombia Ivan Duque, yang telah menyatakan dukungan untuk sistem Inter-Amerika yang berbasis di Washington dan baru-baru ini menarik Kolombia dari Persatuan Negara-Negara Amerika Selatan (Unasur).
Selama kunjungannya di Kolombia, Almagro pergi ke Cucuta untuk mengatasi situasi para migran Venezuela, yang meninggalkan negaranya untuk mencari peluang ekonomi yang lebih baik.
Baca: Isu Kudeta, Venezuela Minta Rakyat Melawan Amerika Serikat
Pemerintah Venezuela menyatakan peningkatan migrasi dan krisis ekonomi merupakan efek dari sanksi ekonomi dan keuangan yang diberlakukan oleh AS dan Uni Eropa, tetapi para pengkritik, termasuk Almagro, bersikeras bahwa situasinya disebabkan oleh "tirani" dan "kediktatoran" Nicolas Maduro.