TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kabinet Israel mengatakan jika Iran memilih untuk terus mengembangkan program nuklirnya maka Israel menjawab dengan tindakan militer.
Dilaporkan Associated Press, 13 September 2018, Menteri Intelijen Israel, Yisrael Katz, menanggapi ancaman kepala nuklir Iran bahwa program nuklirnya siap untuk membangun sentrifugal canggih dan memperkaya uranium lebih lanjut.
Baca: Eks Wakil Presiden Iran Dihukum, Dituding Mengancam Negara
Katz mengatakan jika Iran terus menngembangkan program nuklirnya maka akan menghadapi ancaman langsung dari Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya.
Kepala Badan Nuklir Iran, Ali Akbar Salehi, berbicara dalam sebuah wawancara dengan The Associated Press di markas besar agen energi atom Iran, di Tehran, Iran, Selasa, 11 September 2018. (Foto AP / Vahid Salemi)
Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Associated Press, Ali Akbar Salehi menekankan Iran telah mempertimbangkan dengan hati-hati dan bijaksana ketika memilih apakah akan meninggalkan kesepakatan jika negara-negara Eropa gagal meneruskan kesepakatan nuklir 2015 setelah AS menarik diri.
Penarikan AS dari kesepakatan tersebut telah sangat mengguncang ekonomi Iran yang lemah dan meruntuhkan nilai mata uangnya, riyal.
Baca: Serangan Bom 1996, Amerika Minta Iran Bayar Ganti Rugi Rp 1,5 T
Diyakini ekonomi Iran akan semakin turun oleh sanksi AS pada bulan November nanti, yang mengancam ekspor minyak Iran, yang menjadi sumber utama pendapatan Iran.
"Ya, kami punya masalah. Ya, sanksi telah menyebabkan beberapa masalah bagi kami. Tetapi jika suatu negara memutuskan untuk menikmati kemerdekaan politik, ia harus membayar harganya. Jika Iran memutuskan hari ini untuk kembali ke situasi sebelumnya, yakni menjadi antek Amerika Serikat, maka situasinya akan berbeda," kata Salehi.
Fasilitas Nuklir Iran di Isfahan.[haaretz]
Salehi mengepalai Organisasi Energi Atom Iran, yang mencakup reaktor riset nuklir yang diberikan kepada negara itu oleh AS pada 1967 di bawah kekuasaan Syah. Saat sumbangan donasi "Atoms for Peace" Amerika, Iran diguncang oleh Revolusi Islam 1979 yang kemudian membuat pemerintahan baru anti-AS.
Selama beberapa dekade sejak itu, negara-negara Barat telah khawatir tentang program nuklir Iran, menuduh Teheran mengembangkan senjata atom. Iran telah lama mengatakan programnya untuk tujuan damai, tetapi menghadapi bertahun-tahun sanksi yang melumpuhkan ekonominya.
Baca: Apa Isi Perjanjian Nuklir Iran yang Ditolak Amerika Serikat?
Kesepakatan nuklir 2015 yang dilanda Iran dengan kekuatan dunia, termasuk AS di bawah Presiden Barack Obama, bertujuan untuk meredakan ketakutan itu. Dalam isi perjanjian, Iran setuju untuk menyimpan kelebihan sentrifugal di fasilitas pengayaan Natanz bawah tanah dengan pengawasan konstan oleh pengawas nuklir AS dan Badan Energi Atom Internasional. Iran dapat menggunakan 5.060 model lama IR-1 sentrifugal di Natanz, tetapi hanya untuk memperkaya uranium hingga 3,67 persen.
Teknisi Iran menjelaskan sejumlah alat kepada tokoh agama dalam pamerian Organisasi Energi Atom Iran di Universitas Qom, Iran, pada 2006. [AP]
Pengayaan tingkat rendah berarti membuat uranium hanya dapat digunakan untuk mengisi bahan bakar reaktor sipil dan jauh di bawah 90 persen yang diperlukan untuk memproduksi senjata.
Iran juga tidak dapat memiliki lebih dari 300 kilogram uranium, dibandingkan dengan 10.000 kilogram uranium yang diperkaya lebih tinggi yang pernah dimiliki Iran.
Salehi juga menyampaikan Iran akan membangun fasilitas baru di Natanz yang akan memproduksi sentrifugal yang lebih canggih, yang memperkaya uranium dengan memintal cepat gas uranium hexafluoride.
Baca: Menlu Iran Ucapkan Selamat Tahun Baru kepada Warga Yahudi
Fasilitas baru akan memungkinkan Iran untuk membangun versi yang disebut IR-2M, IR-4 dan IR-6. IR-2M dan IR-4 dapat memperkaya uranium lima kali lebih cepat daripada IR-1, sementara IR-6 dapat melakukannya 10 kali lebih cepat. Para ahli Barat menyebur sentrifugal nuklir baru Iran ini menghasilkan tiga hingga lima kali lebih banyak uranium dalam setahun daripada IR-1.