TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, angkat bicara atas penahanan dua wartawan Reuters, Wa Lone, 32 tahun, dan Kyaw Soe Oo, 28 tahun. Suu Kyi mengatakan keduanya bisa mengajukan banding atas putusan tujuh tahun penjara yang diputus hakim pada 4 September 2018.
“Mereka tidak dipenjara karena mereka wartawan, tapi mereka dipenjara karena pengadilan memutuskan mereka telah melanggar undang-undang rahasia negara,” kata Suu Kyi disela-sela acara Forum Ekonomi Dunia atau WEF di Hanoi, Vietnam, Rabu, 12 September 2018.
Wa dan Kyaw adalah dua wartawan Myanmar yang bekerja untuk Reuters. Sebelum ditangkap pada akhir Desember 2017 dan dijebloskan ke penjara, keduanya melakukan laporan investigasi pembunuhan terhadap etnis minoritas Rohingya di negara bagian Rakhine yang diduga kuat dilakukan oleh anggota militer Myanmar.
“Saya bingung apakah orang-orang membaca kesimpulan pengadilan yang menyebut ini semua tidak ada kaitannya dengan kebebasan berbicara sama sekali. Ini terkait pada undang-undang rahasia negara. Jika kita percaya pada aturan hukum, mereka memiliki hak untuk mengajukan banding dan mengajukan bukti-bukti mengapa hakim salah,” kata Suu Kyi.
Baca: Pertama Kali Wartawan Tahanan Myanmar Bersaksi di Persidangan
Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi (tengah) tiba di bandara Sittwe untuk kunjungan mendadak ke Rakhine, Myanmar, 2 November 2017. Suu Kyi tiba pada kunjungan pertamanya tanpa pemberitahuan. AFP
Baca: Wartawan Myanmar Frustrasi Tak Ada Kebebasan Pers
Peraih Nobel bidang perdamaian 1991 itu mengatakan, persidangan terhadap Wa dan Kyaw telah dilakukan secara terbuka, termasuk sesi dengar keterangan para saksi. Siapa pun bisa menyaksikan persidangan itu dan jika ada yang menilai keadilan tidak ditegakkan, maka Suu Kyi meminta agar ditunjukkan kesalahan tersebut.
Atas putusan hakim yang dijatuhkan pada 4 September 2018, Wa dan Kyaw menegaskan tidak bersalah. Pemenjaraan kedua wartawan itu, mendapat kecaman dari komunitas internasional dan tuntutan agar keduanya dibebaskan, termasuk seruan dari Wakil Presiden Amerika Serikat, Mike Pence. Kasus ini pun kembali menyoroti peran Suu Kyi sebagai pemimpin Myanmar.