2. Menghentikan Bantuan kepada Palestina
Seorang pria Palestina membawa karung tepung di luar pusat distribusi makanan PBB di kamp pengungsi Al-Shati di Kota Gaza, 17 Januari 2018. AS adalah donor terbesar (U.N. Relief and Welfare Agency) UNRWA selama beberapa dekade. REUTERS/Mohammed Salem
Sebelumnya Amerika Serikat adalah pendonor bantuan keuangan terbesar bagi Palestina, di mana bantuan keuangan AS menyentuh hampir setiap aspek kehidupan di wilayah Palestina.
Baru-baru ini Amerika Serikat membekukan pendanaan sebesar US$ 25 juta atau Rp 372 miliar (kurs Rp 14.882) untuk rumah sakit Palestina di Yerusalem timur sebagai hukuman untuk Otoritas Palestina karena menolak berpartisipasi dalam upaya perdamaiannya.
Baca: Amerika Serikat Hentikan Bantuan Dana untuk Pengungsi Palestina
Dilansir dari Jerusalem Post, seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS mengkonfirmasi rencana untuk mengalihkan dana tersebut ke sektor prioritas.
Jaringan Rumah Sakit Yerusalem Timur, yang terdiri dari enam rumah sakit, sebelumnya rutin menerima bantuan AS.
Seorang pejabat Palestina mengatakan akibat pemotongan dana rumah sakit, Ramallah akan menggandakan boikotnya terhadap pemerintah dan rencana perdamaian yang tertunda.
"Kebijakan AS yang baru bertujuan untuk melikuidasi Palestina dengan dalih palsu dan tidak masuk akal melalui proposal apa yang disebutnya "Kesepakatan Abad Ini", kata Menteri Luar Negeri Palestina, seperti dikutip dari kantor berita Palestina, Wafa.
Sebelumnya pada 31 Agustus, seperti dikutip dari Associated Press, Amerika Serikat juga mengumumkan tidak akan lagi melakukan pendanaan lebih lanjut kepada United Nations Relief and Works Agency (UNRWA), badan PBB yang mengurus pengungsi Palestina.
Keputusan ini memangkas hampir US$ 300 juta atau Rp 4,4 triliun (Kurs Rp 14.758) dari bantuan yang direncanakan.
Amerika Serikat telah menyumbang US$ 60 juta (Rp 885 miliar) kepada UNRWA pada Januari, menahan US$ 65 juta (Rp 958 miliar) lainnya, dari yang dijanjikan sebesar US$ 365 juta (Rp 5,3 triliun) untuk tahun ini. Jumlah yang tersisa, yakni sekitar US$ 290 juta, (Rp 4,2 triliun) belum dialokasikan.