TEMPO.CO, New Delhi – Kepala Staf Gabungan militer AS, Jenderal Marinir Joseph Dunford, mengatakan Pentagon melakukan dialog rutin dengan Gedung Putih mengenai opsi militer jika militer Suriah mengabaikan larangan tidak menggunakan senjata bom kimia saat menyerang Provinsi Idlib.
Baca:
Perang Suriah, 6 Faksi Militer Kuasai Suriah
Idlib merupakan provinsi terakhir di Suriah yang masih dikuasai kelompok militan oposisi dan teroris Jabhat al-Nusra dengan populasi sekitar 3,5 juta orang.
“Kami berdialog rutin dengan Presiden untuk memastikan dia tahu kami ada dimana terkait perencanaan jika ada serangan senjata kimia,” kata Dunford kepada media saat kunjungan ke India seperti dilansir Reuters, Sabtu, 8 September 2018 waktu setempat.
Dunford mengatakan Trump menginginkan militer menyiapkan opsi militer jika militer Suriah menyerang Idlib dengan senjata bom kimia. Saat ditanya apa temuan intelijen AS soal senjata kimia ini, Dunford menjawab,”Saya tidak akan berkomentar mengenai informasi intelijen saat ini, baik soal informasi yang kami miliki dan informasi yang tidak kami miliki.”
Baca:
KTT Putin, Rouhani dan Erdogan Bahas Solusi Suriah, Apa Hasilnya?
Saat ini, pasukan koalisi Suriah, Rusia dan Iran mulai menyerang pinggiran Idlib dengan gempuran jet tempur. Serangan ini bertujuan membebaskan Idlib dari kelompok teroris dan oposisi yang menguasai daerah ini.
Idlib terletak di barat laut Suriah dan berbatasan langsung dengan Turki. Serangan ini terjadi sebelum dan sesudah Konferensi Tingkat Tinggi Tripartit antara Iran, Rusia dan Turki di Teheran pada 7 September 2018.
Saat itu, KTT membahas kemungkinan dilakukannya gencatan senjata seperti diusulkan Turki. Pasukan Turki memiliki sejumlah post pengamatan di sekitar Idlib. Belakangan, militer Turki mulai mengerahkan kendaraan berat di perbatasan untuk mengantisipasi jika konflik militer meluas.
Foto:
Warga Idlib, Suriah, Bangun Tempat Persembunyian di Bawah Tanah
Rusia dan Iran berkeberatan dengan gencatan senjata ini karena kelompok Jabhat al Nusra dan simpatisan ISIS tidak terlibat dalam proses pembicaraan sehingga mereka tidak terikat.
Pejabat AS mewanti-wanti soal penggunaan senjata kimia ini sejak beberapa pekan terakhir. Seorang pejabat tinggi AS mengatakan ada banyak bukti militer Suriah menyiapkan senjata kimia dalam penyerbuan Idlib.
Gedung Putih telah mengeluarkan pernyataan sebelumnya, termasuk Presiden Donald Trump, bahwa militer AS akan berindak cepat dan kuat jika militer Suriah menggunakan senjata kimia di Idlib.
Trump telah memerintkan pengeboman target militer Suriah dua kali pada 2017 dan 2018 pasca terjadinya serangan bom kimia di Kota Khan Sheikhoun dan Kota Douma, yang menewaskan total lebih dari 100 warga sipil.
Baca:
PBB Butuh Rp 4 Triliun untuk Pengungsi Suriah
Soal serangan bom kimia ke Kota Douma, militer Suriah dan Rusia membantah terlibat dengan serangan itu dan menuding kelompok militan sengaja melakukannya untuk memicu serangan rudal presisi AS dan sekutu terhadap militer Suriah.
Selain AS, militer Prancis juga bersiap untuk melakukan intervensi militer jika serangan senjata kimia terjadi lagi di Suriah.
Sejak dua pekan terakhir, militer Rusia melontarkan tudingan kelompok militan tertentu di Idlib bersiap melakukan serangan senjata kimia di sejumlah lokasi di Idlib. Tujuannya serangan senjata kimia itu adalah untuk memicu serangan rudal presisi ketiga dari AS dan sekutu terhadap militer Suriah.
Angkatan Laut Rusia menggelar latihan besar di Laut Mediterania pada pekan lalu untuk mengantisipasi terjadinya serangan militer AS terhadap target militer di Suriah. Kapal selam AS Newport News telah berada di sekitar Laut Mediterania sejak beberapa waktu lalu.