TEMPO.CO, Jakarta - Pada awal konflik yang memicu Perang Suriah, wilayah Suriah terpecah menjadi daerah-daerah yang dikuasai oleh kelompok-kelompok kecil yang saling bersaing, tetapi pertempuran dalam beberapa tahun terakhir telah menyederhanakan faksi militer dan Suriah terbagi menjadi beberapa wilayah yang diduduki sejumlah pihak.
Berikut adalah sejumlah faksi militer utama yang menguasai wilayah Suriah yang terpecah, seperti dilansir dari Reuters, 8 September 2018.
Baca: KTT Putin, Rouhani dan Erdogan Bahas Solusi Suriah, Apa Hasilnya?
1. Pemerintah Bashar Al-Assad
Pasukan Khusus Rusia di Suriah. Reuters
Awalnya pada tahun 2015, pemerintah Presiden Bashar al-Assad hanya memiliki wilayah kurang dari seperlima dari Suriah.
Namun sejak Rusia mendukung Assad dan memasuki medan pertempuran, Rusia telah merebut kembali sebagian besar wilayah Suriah.
Pemerintah sekarang memegang lebih dari separuh negara, termasuk wilayah yang paling padat penduduknya, kota-kota utama, pantai, perbatasan dengan Lebanon, dan sebagian besar perbatasan dengan Yordania, serta gurun Suriah pusat dan ladang gas utama.
2. Al-Qaeda di Idlib
Foto file tak bertanggal ini dirilis oleh kelompok militan pada tahun 2016, menunjukkan Abu Mohammed al-Golani pemimpin afiliasi al-Qaida Suriah (kanan kedua), mendiskusikan rincian medan perang dengan komandan lapangan atas peta, di Aleppo, Syria. (Militant UGC via AP, File)
Kelompok pemberontak yang tidak didukung oleh militer asing hanya memiliki wilayah barat laut yang terdiri dari sebagian besar provinsi Idlib dan bagian kecil yang berdekatan dari provinsi Latakia, Hama dan Aleppo.
Faksi militer dominan adalah Tahrir al-Sham, aliansi jihad yang dipelopori oleh mantan afiliasi resmi Al Qaeda, sebelumnya dikenal sebagai Front Al-Nusra, dan dianggap sebagai kelompok teroris oleh PBB, Amerika Serikat dan Turki.
Turki juga membawa beberapa kelompok pemberontak utama bersama-sama menjadi aliansi saingan, Front Pembebasan Nasional.
Idlib, yang berbatasan dengan Turki, adalah rumah bagi sekitar 3 juta orang, setengahnya sudah mengungsi menurut laporan PBB.
Pemberontak Idlib termasuk lebih dari setengah juta dari kantung pemberontak lainnya yang memilih untuk menyerahkan diri ke pemberontak Idlib dalam beberapa tahun terakhir daripada kembali di bawah kekuasaan Assad.
Turki, Rusia, dan Iran sepakat pada 2017 untuk menjadikan Idlib sebagai "zona de-eskalasi" untuk mengurangi tensi pertempuran, tetapi ketentuan itu tidak pernah dipublikasikan dan kesepakatan itu tidak termasuk kelompok jihadis.
Tentara Turki telah memasang serangkaian pos pengamatan di sepanjang garis depan antara pemberontak dan pasukan pemerintah.