TEMPO.CO, Brussel – Pemerintah Amerika Serikat dan Uni Eropa harus mengatasi sengketa dan menghadapi agresi ekonomi Cina secara bersama.
Baca:
Cina Bakal Gandeng Eropa untuk Lawan Trump, Soal Apa?
Pernyataan ini disampaikan Duta Besar AS untuk UE, Gordon Sondland, dalam tulisan opini di media Politico Eropa seperti dilansir Reuters, Jumat, 7 September 2018.
“Saya melihat kesempatan untuk kerja sama transatlantik untuk menjadi satu kekuatan yang menghadang agresi ekonomi Cina dan praktek dagang yang tidak adil,” kata Sondland, yang sebelumnya pengusaha hotel dan dilantik untuk posisinya itu pada 30 Juni 2018.
Sondland mencontohkan praktek dagang bermasalah itu seperti overproduksi Cina, subsidi pemerintah, dan peraturan yang mensyaratkan perusahaan-perusahaan asing membagi pengetahuan teknis bisnisnya dengan perusahaan Cina yang menjadi mitra.
Baca:
Tindakan Balasan, Amerika Serikat Dihantam Tarif Baja Uni Eropa
“Kita semua berbagi kepentingan melihat Cina menawarkan akses pasar yang lebih besar dan menghilangkan praktek dagang yang tidak adil,” kata Sondland dalam tulisannya. “Bersama kita bisa mendesak Cina untuk mengambil langkah-langkah membuat ekonominya beroperasi lebih adil.”
Saat ini hubungan AS dan UE sedang tegang pasca keputusan Trump menarik diri dari perjanjian nuklir Iran. Trump juga telah melontarkan rencana mengenakan kenaikan tarif impor atas logam seperti baja dan aluminium dari UE. Selain itu, Trump mendesak sekutu UE menaikkan pengeluaran militernya dan menurunkan tarif impor untuk produk dari AS.
Baca:
Trump Incar Jepang dalam Perang Dagang Lanjutan?
Uniknya, Cina justru pernah mengajak UE untuk bersatu menghadapi praktek proteksionisme AS, yang menaikkan berbagai tarif impor dari kedua negara. UE menolak ajakan ini dan mengatakan akan menempuh jalur gugatan di Organisasi Perdagangan Dunia WTO.
PM Inggris, David Cameron (kanan), dan Presiden Cina, Xi Jinping meminum segelas bir di pub Princess Risborough dekat Chequers, Inggris, 22 Oktober 2015. Kedua pemimpin negara mengadakan pertemuan dan jamuan makan malam di kediaman resmi PM Cameron. AP/Kirsty Wigglesworth
UE sebenarnya berbagi keprihatinan sama dengan AS soal pasar Cina yang tertutup. Pemerintah Barat menyebut Beijing melakukan dominasi perdagangan global lewat intervensi negara dan subsidi.
Namun, UE dan AS bertolak belakang mengenai cara memaksa Cina melakukan reformasi bisnis seperti menghapus hambatan investasi asing.
Baca:
Trump Menjauh, Macron: Eropa Tidak Bisa Andalkan Amerika
Trump telah dua kali mengenakan kenaikan tarif untuk impor dari Cina dengan total US$50 miliar atau sekitar Rp742 triliun. Saat ini, Trump sedang mempertimbangkan kenaikan tarif impor untuk US$200 miliar atau sekitar Rp3000 triliun barang dari Cina.
UE menolak pendekatan ini dan mengandalkan forum global seperti Organisasi Perdagangan Dunia WTO untuk mendesak Cina menurunkan kelebihan produksi baja dan menghapus subsidi yang mengganggu pasar.
Secara terpisah, Nikkei Asia Review melansir Trump mengincar Jepang dalam perang dagang berikutnya. Menurut Trump hubungannya cukup dekat dengan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe.
“Tapi itu tentu akan segera berakhir setelah saya beritahu mereka berapa mereka harus membayar,” kata Trump dalam wawancara dengan Wall Street Journal dan dikutip Nikkei Asian Review, Jumat, 7 September 2018.