TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan militer Sudan Selatan memvonis hukuman penjara kepada 10 personil militer yang telah melakukan perkosaan terhadap lima pekerja sosial atau relawan dan membunuh seorang wartawan lokal pada 2016. Satu tentara dibebaskan dari tuntutan karena kurangnya bukti.
Pengadilan dalam putusannya, Kamis, 6 September 2018, meminta pemerintah Sudan Selatan untuk membayar uang ganti rugi kepada para korban. Kasus ini dipandang secara luas sebagai ujian keseriusan bagi Presiden Sudan Selatan, Salva Kiir, untuk membawa ke meja hijau personil militer yang sudah lama dituding melakukan pelanggaran HAM.
Baca: Akhiri Konflik, Sudan Selatan Berdamai dengan Pemberontak
Pemberontak SPLA-IO bersiap-siap sehari sebelum melakukan penyerangan pada Tentara Rakyat Sudan (SPLA) di kota Kaya, perbatasan Uganda di Sudan Selatan, 26 Agustus 2017. REUTERS/Goran Tomasevic
Baca: Sudan Selatan di Ambang Perang Saudara
Dikutip dari Al-Jazeera pada Jumat, 7 September 2018, Peristiwa perkosaan terhadap pekerja sosial dan pembunuhan wartawan lokal, terjadi dalam sebuah serangan selama tiga hari pada Juli 2016. Pasukan militer pro-pemerintah memenangkan pertempuran melawan pasukan militer pro-oposisi yang setia pada Mantan Wakil Presiden, Riek Machar.
Mike Woodward, Manajer Hotel Terrain, tempat penyerangan terjadi, mengatakan di persidangan pada 2017 sekitar 50 personil sampai 100 personil tiba di hotel pada sore hari dan satu jam kemudian mulai terjadi penjarahan.
"Lima pekerja sosial yang bekerja untuk sejumlah organisasi kemanusiaan diperkosa. John Gatluak, wartawan lokal, ditembak mati sekitar pukul 6.15 sore," kata Woodward.
Saksi mata mengatakan kepada Reuters para korban perkosaan menelepon pos pasukan penjaga keamanan PBB yang berjarak satu mill dari lokasi kejadian. Mereka meminta pertolongan, namun bantuan tak kunjungan tiba. Kepala militer untuk misi perdamaian PBB sudah dipecat atas kasus ini.