TEMPO.CO, Jakarta - Banjir bandang di Korea Utara menewaskan sedikitnya 76 orang, puluhan orang hilang dan ribuan orang kehilangan tempat tinggal. Relawan dari Palang Merah Internasional dan Organisasi Bulan Sabit Merah memimpin operasi pencarian korban hilang dan penyelamatan di wilayah utara dan selatan Provinsi Hwanghae.
Dikutip dari Reuters pada Jumat, 7 September 2018, banjir di Provinsi Hwanghae, Korea Utara dipicu oleh hujan deras sejak 28 Agustus 2018. Diantara 75 korban hilang adalah anak-anak.
Baca: Banjir Bandang Melanda Cina, 241 Sungai Meluap
"Hujan deras pada akhir-akhir ini telah memicu banjir bandang dan tanah longsor di sejumlah area, menghancurkan lebih dari 800 gedung, termasuk rumah, klinik dan sekolah-sekolah," tulis Palang Merah Internasional.
Ketua Organisasi Bulan Sabit Merah untuk Korea Utara, John Fleming, mengatakan pihaknya telah mengucurkan bantuan dan mengerahkan pompa air untuk menyedot air yang membanjiri kawasan persawahan. Ribuan orang kehilangan tempat tinggal sehingga saat ini sangat dibutuhkan layanan kesehatan, tenda penampungan, makanan, air minum dan sanitasi.
Baca: BMKG: Hujan Ekstrem Pemicu Banjir Bandang Cicaheum Bisa Berulang
Banjir dan kekeringan telah menjadi ancaman serius di Korea Utara yang sistem irigasi dan infrastrukturnya terbatas dalam menangani bencana alam.
Sebelumnya pada Agustus 2018, Bulan Sabit Merah memperingatkan gelombang panas di Korea Utara telah membuat sawah, ladang jagung dan perkebunan lain mengalami kekeringan. Hal ini berpotensi menimbulkan bencana baru, yakni krisis pangan di Korea Utara. Kekeringan melanda wilayah selatan Provinsi Hamgyong dan Provinsi Pyongan.