TEMPO.CO, Jakarta - Pasukan pemerintah Suriah menggempur benteng pertahanan pemberontak di Provinsi Idlib mengakibatkan sejumlah warga sipil tewas.
Serangan pada Selasa, 4 Agustus 2018, itu berlangsung tak lama setelah PBB mendesak Rusia, sekutu dekat Suriah, dan Turki yang mendukung kelompok pemberontak di Idlib, membantu menghindari pertumpahan darah.
Baca: PBB Desak Semua Pihak Hentikan Operasi Militer di Suriah
Foto diambil dari video yang dirilis pada Sabtu, 7 Juli 2018 oleh Media Militer Suriah milik pemerintah, yang menunjukkan konvoi kendaraan militer Suriah dekat perbatasan Naseeb dengan Yordania, di provinsi selatan Daraa, Suriah.[Media Militer Suriah Tengah via AP]
Gempuran darat dan udara pasukan pemerintah Suriah di kawasan itu, menurut laporan Al Jazeera, mengakibatkan sekitar tiga juta orang yang tinggal di provinsi tersebut, termasuk pemberontak dan warga sipil, berada dalam penguasaan pemerintah lagi.
"Sedikitnya ada 24 serangan udara menghantam Idlib pada Selasa pagi," tulis Al Jazeera mengutip informasi dari para aktivis yang melihat jet tempur Rusia dan Suriah terlibat dalam aksi udara tersebut.
Menurut para saksi mata, bombardir jet tempur itu menghajar Kota Jisr al-Shughour di sebelah barat Idlib, termasuk beberapa kota kecil dan desa di sana.Sejumlah warga Suriah berjalan di antara bangunan yang rusak akibat perang di kota Douma, Suriah, 16 April 2018. AP
"Sedikitnya 10 warga sipil tewas dan 20 orang lainnya luka-luka akibat serangan tersebut," kata Aahmed Yarji dari white Helmets, kelompok relawan yang beroperasi di wilayah pemberontak. "Sumber lain menyebut angka 17 orang tewas."
Baca: Suriah Bergejolak, Yordania Menolak Tampung Pengungsi
Perang di Suriah pecah pada 2011 diawali dengan unjuk rasa oposisi terhadap pemerintahan Presiden Bashar al-Assad. Selanjutnya, pemberontak angkat senjata melawan pasukan pemerintah Suriah. Menurut taksiran PBB, sejak perang Suriah yang berlangsung sejak tujuh tahun silam sedikitnya 5.000 orang tewas dan puluhan ribu lainnya luka.