TEMPO.CO, Jakarta - Putusan pengadilan Myanmar menjatuhkan hukuman masing-masing tujuh tahun penjara kepada dua wartawan Reuters, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo, menuai kecaman. Para pendukung kebebasan pers, PBB, Uni Eropa dan negara-negara di dunia, termasuk Amerika Serikat, menyerukan pembebasan dua wartawan tersebut.
Menurut Ed Royce, Ketua Partai Republik untuk Komite Urusan Luar Negeri Dewan Perwakilan Amerika Serikat, putusan pengadilan ini tidak adil. Putusan ini memperlihatkan kembali pemerintahan sipil Myanmar terlibat dalam kekejaman militer.
“Amerika Serikat harus merespon dengan lebih banyak sanksi dan penentuan genosida secara formal. Kita harus bertindak sebelum terlambat,” kata Ed Royce, Selasa, 4 September 2018.
Baca: Dipenjara 7 Tahun, Ini Ucapan 2 Jurnalis Reuters soal Myanmar
Seorang hakim di Myanmar menyatakan dua wartawan Reuters bersalah di bawah Undang-undang Rahasia Resmi. Wa Lone dan Kyaw Soe Oo dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara. REUTERS
Baca: Ditahan Myanmar, Jurnalis Reuters: Saya Percaya Demokrasi
Seruan juga disampaikan oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Nikki Haley, yang meminta agar Wa Lone dan Kyaw Soe Oo segera dibebaskan dan tanpa syarat. Haley mengatakan putusan pengadilan ini memperlihatkan pada dunia bahwa militer Burma telah melakukan kekejaman besar. Burma adalah nama lama dari Myanmar
“Di negara bebas, adalah tugas dari pers yang bertanggung jawab untuk membuat orang tetap mendapat informasi dan meminta pertanggung jawaban para pemimpin,” kata Haley.
Duta Besar Inggris, Dan Chugg, yang berbicara atas nama anggota Uni Eropa mengatakan putusan itu adalah pukulan telak terhadap aturan hukum. Sedang Perancis menyesalkan hukuman penjara terhadap dua wartawan Reuters itu dan menyebut vonis tersebut mewakili pelanggaran serius terhadap kebebasan pers serta aturan hukum.
Wa Lone dan Kyaw Soe Oo adalah wartawan berkewarganegaraan Myanmar yang bekerja untuk Reuters. Pada Senin, 3 September 2018, pengadilan memutuskan keduanya terbukti melanggar Undang-Undang Rahasia Myanmar.
Kedua wartawan ini menulis laporan investigasi mengenai krisis yang dialami etnis minoritas Rohingya di wilayah barat Myanmar, dimana militer Myanmar diduga kuat telah melakukan pelanggaran HAM besar-besaran hingga menyebabkan 700.000 etnis Muslim Rohingya melarikan diri melintasi perbatasan ke Bangladesh.
CNN | REUTERS | AQIB SOFWANDI