TEMPO.CO, Jakarta - Tim perdamaian Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dilaporkan menawarkan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, gagasan untuk membentuk konfederasi Palestina-Yordania.
Berbicara sebelum pertemuan dengan gerakan sayap kiri Israel Peace Now dan anggota parlemen Israel, Mahmoud Abbas, seperti dilaporkan Sputniknews, 3 September 2018, mengatakan dia mengakui minatnya dalam proyek semacam itu, tetapi hanya jika Israel menjadi bagian konfederasi.
Baca: Amerika Serikat Hentikan Bantuan Dana untuk Pengungsi Palestina
"Saya ditanya apakah saya percaya pada federasi dengan Yordania," kata Abbas tentang pembicaraan yang ia adakan dengan asisten Trump dan menantu laki-laki Jared Kushner dan utusan Timur Tengah AS, Jason Greenblatt. "Saya menjawab: Ya, saya ingin konfederasi dengan Yordania dan Israel. Saya telah bertanya kepada Israel apakah mereka akan menyetujui tawaran semacam itu."
Tidak pasti kapan perundingan berlangsung, karena Abbas menolak bertemu dengan perwakilan AS setelah pengakuan sepihak Donald Trump atas Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Dari kiri: Presiden Mesir Hosni Mubarak, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Presiden Barack Obama, Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan Raja Yordania Abdullah II berjalan di Gedung Putih saat perundingan damai Timur Tengah di Washington. AP/ Pablo Martinez Monsivais
Konfederasi Palestina-Yordania telah disarankan oleh beberapa orang di Israel sebagai cara untuk menghindari pemberian status negara penuh kepada warga Palestina. Usulan itu juga akan memungkinkan Israel menghindari tanggung jawab atas sekitar 3,5 juta warga Palestina di Tepi Barat.
Namun jawaban Mahmoud Abbas diyakini sebagai isyarat penolakan terhadap usulan tersebut, karena Israel tidak akan tertarik bergabung dengan konfederasi bersama Yordania.
Baca: Anggaran UNRWA Dipangkas, Yordania Galang Dana bagi Palestina
Hal ini tidak diungkapkan seperti apa tingkat kemandirian Palestina di bawah konfederasi, serta rincian administratif lainnya dari rencana tersebut.
Mahmoud Abbas menyatakan kesediaannya untuk menyetujui perjanjian pertukaran tanah dengan Israel, tetapi tidak merinci bagaimana evakuasi permukiman Israel dari Tepi Barat akan diatur.
Dilansir dari Haaretz, pada awal 1980, Raja Hussein dari Yordania dan Yasser Arafat memiliki rencana untuk membuat konfederasi antara Yordania dan Tepi Barat, setelah Israel mundur ke perbatasan 1967. Sebagian besar rencana itu diterima tetapi kemudian ditinggalkan karena perselisihan mengenai pembagian tanggung jawab dan status masing-masing pihak.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump bertemu dengan Raja Yordania, King Abdullah II di Washington. aawsat.com
Pada 1988, rencana itu secara permanen ditangguhkan, ketika Raja Hussein memutuskan hubungan hukum dan administratif Yordania dengan Tepi Barat. Sejak itu, ide membentuk konfenderasi selalu dikumandangkan oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, tetapi Raja Abdullah menolaknya berulang kali.
Amerika Serikat berupaya menghidupkan kembali ide konfederasi, yang menurut Mahmoud Abbas mirip dengan versi 1980-an. Pada 1980-an, Arafat mencari penopang politik setelah kepemimpinan PLO dan militan diusir dari Lebanon, sementara Yordania berusaha memperketat cengkeramannya di Tepi Barat.
Namun keadaan saat ini berbeda. Kepemimpinan Fatah, yang jauh dari Mesir dan Arab Saudi, masih membutuhkan dukungan politik yang kuat untuk memajukan kepentingan nasional Palestina, tetapi Yordania tidak terburu-buru melakukan ini. Menteri Komunikasi Yordania, Jumana Ghunaimat, mengatakan bahwa ide konfederasi dengan Yordania tidak untuk didiskusikan dan bahwa Palestina memiliki hak untuk mendirikan negara mereka di tanah mereka.
Baca: Abbas Sebut UU Negara Israel sebagai Rasis
Rencana Israel yang dibahas bersama utusan Presiden AS Donald Trump, disampaikan kepada Abdullah yang menyerukan agar pasukan keamanan Yordania bertanggung jawab melindungi Tepi Barat (kecuali Yerusalem) dan perbatasan antara Israel dan konfederasi.
Perjanjian konfederasi, yang akan ditandatangani oleh Tepi Barat dan Yordania, tidak menentukan apakah parlemen dan konstitusi bersama akan dibentuk atau apakah Palestina akan memiliki status negara.