TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, mengatakan lebih baik Filipina dipimpin oleh diktator jika ia tidak ada karena korupsi dan obat-obatan terlarang begitu mengakar di Filipina. Duterte juga mengatakan lebih baik Filipina dipimpin diktator seperti Ferdinand Marcos.
Dalam pidatonya pada Kamis 30 Agustus, seperti dilaporkan Reuters, Rodrigo Duterte menegaskan kembali bahwa ia ingin berhenti sebelum masa jabatannya berakhir pada 2022, tetapi enggan menyerahkan kekuasaan kepada Leni Robredo, wakil presiden yang dipilih secara terpisah.
Baca: Ini Alasan Presiden Duterte ke Israel
Robredo telah menjadi pengkritik perang narkoba ala Duterte. Duterte mengatakan akan ada kekacauan jika tindakan kerasnya dihentikan, dan Filipina bisa lebih baik jika otoriter di pucuk pimpinan.
"Anda lebih baik memilih diktator dari orang-orang seperti Marcos, itulah yang saya sarankan," kata Duterte. "Berdasarkan suksesi konstitusional, pengganti saya adalah Robredo. Tapi dia tidak bisa menanganinya."
Presiden terpilih Filipina Rodrigo Duterte (kedua kanan), mengucapkan sumpah jabatan di depan Mahkamah Agung Bienvenido Reyes dalam upacara pelantikan di istana Malacanang, Manila, 30 Juni 2016. Rodrigo Duterte akhirnya resmi menjadi Presiden Filipina untuk enam tahun ke depan. (The News and Information Bureau, Malacanang Palace via AP)
Kekaguman Duterte yang diekspresikan untuk Marcos yang menurut Duterte telah difitnah, memicu kontroversial karena banyak orang Filipina masih terluka dari pemerintahan Marcos yang brutal selama dua dekade, berakhir dengan penggulingannya dalam pemberontakan yang didukung oleh tentara pada 1986.
Ribuan orang ditangkap, dibunuh, disiksa atau hilang di bawah darurat militer Ferdinan Marcos pada 1970-an.
Baca: Duterte Enggan Beli Jet Tempur F-16 Amerika, Alasannya?
Banyak yang selamat teringat kembali pengaruh politik yang dilakukan oleh keluarga Marcos, dengan janda Imelda seorang anggota kongres, putranya dan senama mantan senator yang kalah dari Robredo dalam pemilihan wakil presiden 2016, dan putrinya, Imee Marcos, seorang gubernur provinsi.
Imee Marcos, 62 tahun, diperkirakan akan maju untuk senat tahun depan dan menghadiri atau berbicara di banyak acara publik Duterte di seluruh negeri, meskipun tidak memiliki peran dalam pemerintahannya.
Pemerintah Filipina menolak memakamkan Ferdinand Marcos di komplek pemakaman Kepresidenan. Saat ini jasadnya ada di Mausoleum Umum Filipina. Reuters
Imee Marcos memicu kemarahan pekan lalu ketika dia mengatakan sudah waktunya bagi orang Filipina yang lebih tua untuk "melupakan" tahun-tahun darurat militer, seperti yang lebih muda.
Pada Februari 2018, Rodrigo Duterte juga pernah mengatakan pernyataan kontroversial, yakni jika bukan karena gaya kediktatorannya, negaranya akan stagnan dan tidak pernah membaik.
"Jika Anda mengatakan diktator, saya benar-benar seorang diktator. Jika saya tidak bertindak (seperti seorang) diktator, bajingan, tidak ada yang akan terjadi di negara ini," kata presiden pada pertemuan di Visayan, seperti dikutip dari Russia Today.
Baca: 3 Menteri Amerika Bersurat ke Duterte, Tawarkan Senjata Canggih
"Itu benar. Jika saya tidak bertindak (seperti seorang) diktator, yang merupakan gaya saya sekarang, tidak ada yang akan terjadi pada negara ini. Saya harus (bertindak seperti seorang diktator). Selain itu, Anda telah memilih saya sebagai presiden Anda. Mengapa Anda tidak mau mengikuti saya ketika semua impian saya untuk Anda?" lanjut Duterte.
Pernyataan Duterte muncul hanya beberapa hari sebelum Filipina merayakan ulang tahun ke-32 Revolusi Kekuatan Rakyat Edsa, 22-25 Februari 1986, yang akhirnya menggulingkan kediktatoran Ferdinand Marcos yang brutal.