TEMPO.CO, Jakarta - PBB menyerukan kepada Rusia, Turki dan Iran agar mencegah meletupnya pertempuran di provinsi Idlib, Suriah. Sebab hal in bisa berdampak pada jutaan warga sipil di wilayah itu dan membuka potensi pada kelompok garis di sana untuk menggunakan klorin sebagai senjata kimia.
Utusan PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura, mengatakan ada sebuah konsentrasi tinggi kehadiran militan asing di Provinsi Idlib, termasuk sekitar 10 ribu militan yang disebut PBB sebagai teroris anggota kelompok al-Nusra dan al-Qaeda.
Mistura pun menekankan tidak ada hal yang bisa dibenarkan untuk menggunakan senjata kimia untuk menumpas militan itu yang bersembunyi di provinsi yang padat penduduk. Salah perhitungan dapat menyebabkan konsekuensi yang tidak diinginkan, termasuk kemungkinan penggunaan senjata kimia.
Baca: Serangan Senjata Kimia di Douma Suriah, 70 Orang Tewas
Sebelumnya Suriah dan sekutunya, Rusia telah mengisyaratkan akan melakukan serangan habis-habisan untuk merebut kembali Provinsi Idlib, dari tangan kelompok pemberontak Suriah. Dalam pertemuannya dengan delegasi Suriah, Walid al-Muallem, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, mengatakan sebagian besar wilayah di Suriah sudah bebas dari teroris, kecuali Provinsi Idlib, sebuah wilayah dekat perbatasan Turki-Suriah.
"Apa yang kita butuhkan sekarang ada mengenyahkan seluruh kelompok-kelompok teroris yang bertahan, khususnya di area Idlib," kata Lavrov, seperti dikutip dari Al-Jazeera, Jumat, 31 Agustus 2018.
Baca: OPCW Pastikan Senjata Kimia Digunakan di Suriah
Dalam pertemuannya dengan Muallem, Lavrov juga memperingatkan Amerika Serikat dan negara-negara barat agar tidak 'bermain api' di Suriah. Peringatan itu disampaikan agar Amerika Serikat tidak menggunakan isu penggunaan senjata kimia untuk membenarkan negara itu melakukan serangan kepada Angkatan Bersenjata Suriah.
Peringatan Lavrov itu juga mengacu pada pernyataan Amerika Serikat yang kemungkinan akan membalas serangan senjata kimia yang diduga dilakukan oleh pemerintah Suriah dengan menggunakan lebih banyak senjata dibanding serangan pada April 2018. Serangan Amerika Serikat, Inggris dan Perancis sebelumnya menargetkan tempat-tempat yang diklaim sebagai tempat penyimpanan senjata.
Menyusul ketegangan yang meningkat terkait ancaman penggunaan senjata kimia, Rusia telah melakukan sebuah latihan militer di Laut Mediterania. Latihan itu melibatkan 25 kapal laut dan 30 unit jet tempur, termasuk pesawat pengembom Tu-160.