TEMPO.CO, Jakarta - Hasil pertemuan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, di Singapura pada 12 Juni 2018 terus dipantau oleh Washington. Trump telah mengambil risiko besar dengan penyelenggaraan pertemuan tersebut, yang ditujukan untuk menghentikan total program senjata nuklir Korea Utara.
Dikutip dari CNN.com pada Kamis, 30 Agustus 2018, diplomasi antara Amerika Serikat dan Korea Utara saat ini berada di jalan buntu dengan ketegangan yang meningkat. David Petraeus, Direktur CIA dan mantan veteran perang Irak-Amerika Serikat, mengatakan pihaknya melihat kedua negara kembali pada momen yang penuh ketegangan.
“Sejujurnya saya rasa deklarasi yang telah dicapai ketika Presiden dan Kim bertemu kemungkinan semakin tidak jelas dari yang orang duga. Denuklirisasi bukan berarti apa yang kita artikan sama dengan pemikiran mereka (Pyongyang),” kata Petraeus.
Baca: Trump - Kim Bertemu, Singapura Siapkan 45 Jenis Masakan
Presiden Trump akan sangat malu jika pertemuannya dengan Kim di Singapura pada Juni lalu benar-benar tidak membuahkan hasil. Pejabat tinggi Partai Republik sangat berambisi menjadikan Trump sebagai seorang negarawan di tengah tuduhan kecurangan pemilu presiden 2016, yang bisa menurunkan raihan suara Partai Republik dalam pemilu anggota DPR Amerika Serikat 2018.
Penerapan hasil pertemuan Trump-Kim di Singapura berjalan lamban sehingga membuat gelisah para pembuat kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Hal ini juga secara langsung memperlihatkan kurangnya penjagaan komitmen yang dimenangkan oleh Presiden Trump di Singapura.
Baca: Trump - Kim Jong Un Bertemu, Angkatan Bersenjata Singapura Siaga
Total ada empat kesepakatan yang dihasilkan dalam pertemuan di Singapura, di antaranya Amerika Serikat dan Korea Utara akan bersama-sama berupaya membangun sebuah hubungan yang langgeng dan mewujudkan stabilitas perdamaian di Semenanjung Korea.
Sejak kembali dari pertemuan di Singapura, Trump dengan bangga mengatakan telah menghapuskan ancaman nuklir Korea Utara. Namun, faktanya, Kim tak banyak mengambil langkah berarti terhadap denuklirisasi. Korea Utara bahkan diduga telah membuat kemajuan memproduksi rudal dan bahan-bahan nuklir serta belum memberikan data terkait dengan program-program senjatanya yang akan menjadi dasar pelucutan senjata.