TEMPO.CO, Jakarta - Hampir seratus imigran Venezuela yang ada di Peru memutuskan untuk mengambil tawaran pemerintah Venezuela yang menawarkan penerbangan gratis untuk pulang ke tanah air.
Dilaporkan Associated Press, 28 Agustus 2018, para imigran ikut penerbangan yang dibiaya penuh oleh pemerintah Venezuela pada Senin 27 Agustus menuju ibukota Caracas dengan maskapai milik Venezuela, Conviasa.
Baca: Krisis Ekonomi, 4 Ribu Warga Venezuela Mengungsi
"Pengalaman saya tidak menyenangkan," kata Aury Durand, 24 tahun, yang hamil delapan bulan dan mengatakan dia kembali dengan perasaan bahagia sekaligus marah, setelah bekerja berjam-jam di tempat cuci mobil dan hanya mendapatkan sepertiga dari upah yang seharusnya dia bayar.
"Saya akan senang melihat negara saya, apa pun keadaannya," katanya.
Ribuan masyarakat Venezuela melarikan diri menyusul memburuknya krisis ekonomi di negara itu. Langkah ini dilakukan setelah aturan baru yang diterbitkan pemerintah Venezuela diperkirakan akan memperparah keadaan di penjuru Venezuela. Sumber : Douglas Juarez/Reuters
Beberapa dari mereka mengalami kesulitan menemukan pekerjaan dan mengalami xenofobia yang menyakitkan yang akhirnya menerima tawaran Presiden Venezuela Nicolas Maduro untuk pulang dengan biaya yang ditanggung negara.
Diperkirakan 2,3 juta warga Venezuela telah melarikan diri dari krisis ekonomi dan kemanusiaan yang melumpuhkan Venezuela sejak 2014, menurut laporan PBB. Di negara-negara tetangganya, seperti Kolombia dan Peru, beberapa ribu migran kini memasuki negara dan berencana untuk menetap di sana. Namun masuknya imigran Venezuela memicu ketegangan dan xenophobia dari penduduk setempat.
Namun sebagian besar dari mereka yang mengungsi mengatakan lebih memilih untuk memulai hidup baru daripada menderita kekurangan pangan dan obat-obatan di Venezuela.
"Peru membuka pintunya, tetapi mereka tidak memiliki rencana," kata Robinson Martinez, insinyur mekanik berusia 32 tahu.
Baca: Demi Kemanusiaan, Peru Tetap Terima Pengungsi Venezuela
Martinez mengatakan bahwa dalam tiga bulan pertamanya di Peru dia mencari nafkah dengan menjual permen di jalan dan bahkan mengirim sebanyak US$ 15 (Rp 219 ribu) kembali ke Venezuela setiap minggu. Tetapi ketika jumlah orang Venezuela yang tiba di Peru terus meningkat, pekerjaan menjadi semakin sulit. Dia membuat penjualan lebih sedikit dan mengatakan bahwa sewanya dua kali lipat.
Kemudian Martinez dan istrinya membaca berita tentang tawaran baru yang disampaikan oleh Maduro yang disebut "Pulang ke Tanah Air" mendorong pemuda Venezuela yang telah meninggalkan negaranya untuk kembali dan bekerja di Venezuela.
"Venezuela tidak akan menjadi budak siapa pun di dunia!" Kata Maduro dalam tawarannya.
Sejumlah pengungsi Venezuela mengantre untuk mengambil makan siangnya di sebuah penampungan Santa Catarina Casa de Acolhida di Manaus, Brasil 4 Mei 2018. Ratusan pengungsi Venezuela dalam setiap harinya terus berdatangan ke Brasil. REUTERS/Bruno Kelly
Tawaran itu mungkin terasa seperti lelucon bagi orang-orang yang hampir tidak mampu membeli makanan di tengah hiperinflasi yang melonjak yang diperkirakan akan mencapai 1 juta persen tahun ini, tetapi Martinez tertarik, bersedia menaruh kepercayaannya pada tawaran presiden.
Saat makan malam bersama istrinya, yang menemukan pekerjaan di sebuah stasiun radio di Peru, Martinez mengatakan bahwa dia menyarankan, "Hal terbaik adalah Anda pergi ke Venezuela dan saya akan membantu dari sini."
Pada Senin pagi, Martinez dan putrinya yang berusia 8 tahun berada di antara mereka yang menuju ke bandara.
"Dia memberi kami kesempatan untuk kembali tanpa membayar apa pun," kata Martinez merujuk pada Maduro.
"Dia mengatakan bahwa begitu tiba di Venezuela, dia akan membantu kami dengan pekerjaan yang produktif. Saya percaya itu," tambah Martinez.
Dilansir Reuters, krisis ekonomi, pertumbuhan kemiskinan dan kekurangan medis telah memaksa lebih dari 1,6 juta orang Venezuela meninggalkan negara kaya minyak itu sejak 2015, salah satu migrasi massal terbesar dalam sejarah Amerika Latin.
Baca: Hiperinflasi di Venezuela Bukan yang Terburuk di Dunia
Orang-orang kaya Venezuela, terampil dan berpendidikan universitas pergi untuk mencari pekerjaan minyak dan mendirikan bisnis di luar negeri bertahun-tahun yang lalu. Namun gelombang migran saat ini adalah orang miskin dan putus asa di Venezuela.
Dengan hiperinflasi yang merajalela, IMF memperkirakan inflasi Venezuela bisa mencapai 1 juta persen pada akhir tahun, upah minimum bulanan hampir menutupi biaya satu kilo beras atau tepung.
Uang telah menjadi begitu tidak berharga sehingga mata uang Bolivar digunakan untuk membuat pernak-pernik dan suvenir.