TEMPO.CO, Istanbul – Bank sentral Turki CBRT mulai membatasi jumlah uang yang bisa digunakan bank lokal untuk melakukan transaksi valuta asing seperti forex swap, spot dan forward dengan bank asing.
Baca:
Krisis Turki, Erdogan: Turki Akan Boikot Produk Elektronik AS
Terkait Lira, Qatar Janji Investasi Rp 221 Triliun kepada Erdogan
Langkah ini dilakukan untuk menekan transaksi spekulasi yang telah membuat lira melemah secara tiba-tiba sejak Jumat, 10 Agustus 2018.
Ini membuat nilai tukar lira menguat menjadi sekitar 6 per dolar dari 7,24 pada akhir pekan lalu.
“Pembalikan yang luar biasa. Mereka menekan likuiditas lira (offshore lira liquidity) untuk menghentikan para spekulan asing menjual lira,” kata Tim Ash, seorang analis dari Bluebay Asset Management dalam catatan kepada klien yang disebarkan seperti dilansir Aljazeera, 16 Agustus 2018.
Langkah pembatasan transaksi valas ini membantu meningkatkan nilai tukar lira.
“Mereka mengeringkan likuiditas lira dari sistem sekarang dan membuat tingkat bunga naik,” kata Christian Maggio, kepala strategi emerging market di TD Securities, seperti dilansir Reuters.
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan (kiri) dan Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani
Kebijakan bank sentral Turki CBRT ini membuat tingkat bunga naik hingga 10 persen tanpa mengubah secara langsung tingkat bunga acuan.
“Bank sentral tidak melakukan ini dengan mengubah tingkat suku bunga, tapi mereka mengeringkan likuiditas sehingga hasilnya sama,” kata Maggio menambahkan.
Ini membuat nilai tukar lira menguat cukup signifikan menjadi 5,75 – 6,03 per dolar pada Rabu, 15 Agustus 2018. Menurut CNN, ini membuat pelemahan nilai tukar lira berkurang pada tahun ini menjadi 35 persen dari sebelumnya 41 persen.
Penguatan ini juga terjadi pasca kedatangan Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani. Emir menjanjikan investasi dan deposito senilai US$15 miliar atau sekitar Rp221 triliun untuk memperkuat lira dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Seperti diberitakan sebelumnya, nilai tukar lira merosot tiba-tiba hingga 20 persen sehingga menyentuh level 7,24 per dolar pada Jumat, 10 Agustus 2018.
Ini terjadi setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan menaikkan tarif hingga dua kali lipat terhadap produk impor baja dan alumunium dari Turki menjadi masing-masing 50 persen dan 20 persen. Ini membuat produk baja Turki menjadi sulit bersaing di AS melawan produk sejenis dari negara lain.
Baca:
Nilai Tukar Lira Melemah, Erdogan Menantang Operasi Dolar Amerika
Perang Dagang Turki - AS, 3 Ancaman Erdogan kepada Trump
AS juga mengenakan sanksi terhadap dua orang menteri Turki yaitu menteri Dalam Negeri dan menteri Kehakiman terkait penahanan seorang pastor asal AS, yang diduga terkena proses hukum di Turki karena diduga melakukan kegiatan terorisme. Otoritas Turki menuding pastor Andrew Brunson membantu upaya kudeta militer gagal pada 2016.
Turki membalas langkah AS ini dengan menyatakan akan mengurangi penggunaan dolar dan mulai menggunakan mata uang nasional untuk transaksi perdagangan dengan Rusia, Cina, Ukraina dan Iran.
Presiden Turki Erdogan juga mulai memboikot produk elektronik asal AS seperti iPhone dan mengenakan kenaikan tarif impor sejumlah komoditas seperti alkohol, beras, tembakau dan mobil.