TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, menyalahkan Amerika Serikat dan sejumlah negara lain atas pelemahan ekonomi yang terjadi di negara itu.
Baca:
Amerika Serikat Kenakan Sanksi Kepada Dua Menteri Turki
Mata Uang Lira Terpuruk, Erdogan Minta Warga Turki Jual Dollar
Erdogan mengatakan dolar, euro dan emas merupakan “peluru, kanon, dan rudal dari perang ekonomi yang sedang dilancarkan terhadap negara kita.”
Erdogan mengatakan kepada para pendukung bahwa saat ini pemerintah sedang mengambil sejumlah langkah untuk melindungi perekonomian.
“Dan yang paling penting adalah mematahkan tangan-tangan yang menembakkan senjata ini,” kata Erdogan seperti dilansir ABC News, Sabtu, 11 Agustus 2018.
Pada awal pekan ini, mata uang Turki tiba-tiba melemah. Penyebabnya disebut berupa kebijakan ekonomi dan perang dagang dengan AS.
Pada Jumat, mata uang lira melemah 14 persen menjadi 6,51 lira per dolar. Ini akan membuat penduduk Turki menjadi lebih miskin dan mengikis kepercayaan investor internasional terhadap negara itu.
Pelemahan nilai tukar mata uang ini terutama menyakitkan bagi Turki karena negara ini membiayai pertumbuhan ekonominya menggunakan mata uang asing.
Selama setahun terakhir, mata uang lira melemah sebanyak 41 persen. Erdogan membuat tulisan soal ini di media New York Times dengan mengkritik ketegangan dengan AS.
“Kegagalan membalik tren unilateralisme dan sikap tidak hormat ini membuat kami mulai mencari teman dan sekutu baru,” kata dia.
Salah satu isu yang membuat tegang hubungan Turki dan AS adalah penangkapan seorang pastor AS dan mendakwanya melakukan kegiatan mata-mata dan aktivitas teror terkait kudeta gagal di Turki sekitar 2 tahun lalu. Pastor ini mengaku tidak bersalah terhadap tuduhan-tuduhan itu.
Baca:
Pemilu Turki, Trump Ucapkan Selamat kepada Erdogan
Turki Setuju Jual 30 Helikopter Militer ke Pakistan
AS lalu mengenakan sanksi ekonomi dengan menaikkan tarif impor baja dan alumunium dan mengancam akan melakukan lebih banyak sanksi. Kedua negara menggelar diskusi soal ini pada pekan ini di Washington tapi gagal mencapai solusi. “Hubungan kita dengan Turki tidak bagus saat ini,” kata Trump.
AS merupakan tujuan ekspor baja terbesar Turki, yang mencapai 11 persen dari total volume ekspor. Nilai tukar lira jatuh setelah Trump mencuit itu.
Media Turki melaporkan Erdogan lalu menghubungi Presiden Rusia, Vladimir Putin, untuk membicarakan peningkatan hubungan ekonomi kedua negara.
Secara terpisah, Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif, mengecam sikap AS yang dinilai ‘kecanduan memberi sanksi dan membuli’.
“Kegembiraan Presiden AS Donald Trump dengan mempersulit perekonomian Turki, yang merupakan sekutu NATO, memalukan,” kata Zahid lewat akunnya di Twitter seperti dilansir Channel News Asia.
Zarif juga mengatakan,”AS harus merehabilitasi kecanduannya mengenakan sanksi dan membuli atau seluruh dunia akan bersatu – tidak hanya sekadar mengecam secara verbal – untuk memaksanya.” Sebelumnya, Turki mengatakan akan tetap membeli minyak Iran meski AS memberi sanksi kepada negara mullah itu.