TEMPO.CO, Jakarta - Gerakan Kebebasan Pers Malaysia atau Geramm menyambut positif upaya pemerintah Malaysia mencabut undang-undang anti-berita bohong 2018 dari Dewan Rakyat Malaysia. Para pengiat media dan masyarakat pemerhati media menilai hal ini adalah langkah positif dalam membentuk lebih banyak kebebasan pers di Malaysia.
Kebebasan pers di Malaysia menjadi sorotan saat tiga tahun lalu atau persisnya 8 Agustus 2015, ribuan orang berunjuk rasa di jantung kota Kuala Lumpur menolak aturan yang melarang pemberitaan atau laporan terkait dugaan skandal 1 MDB yang menyeret nama Mantan Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak. Larangan ini dinilai sebagai salah satu anekdot yang telah mengarah pada pembuatan rancangan undang-undang anti-berita bohong dan dibawa ke Dewan Rakyat Malaysia sebelum pemilu ke-14 Malaysia pada 9 Mei 2018.
“Kami yakin, dukungan melalui kampanye media sosial telah menjadi perhatian pemerintah pusat, Pakatan Harapan, yang pada waktu itu berada di garda oposisi,” Geramm melalui keterangan tertulis, 8 Agustus 2018.
Baca: PBB Kritisi RUU Anti-Berita Bohong Malaysia
Menyusul pencabutan undang-undang anti-berita bohong, Geramm meminta kepada pemerintah Malaysia agar mempercepat langkah pembentukan Dewan Independen Media yang berisi para praktisi media dari sejumlah lembaga serta pemangku kepentingan lain.
Baca: Malaysia Bakal Cabut RUU Berita Bohong
Geramm dalam keterangannya menyebut, Malaysia bisa menjadikan Indonesia sebagai contoh dalam hal kebebasan pers. Geramm sangat yakin, sekarang adalah waktu yang tepat bagi para praktisi media di Malaysia merdeka dari berbagai hambatan untuk menyelesaikan beragam sengketa terkait peliputan.
Saat ini, Geramm telah memasukkan sebuah rancangan buku panduan Dewan Pers Independen ke Menteri Komunikasi dan Multimedia, Singh Deo. Di antara isi rancangan buku panduan Geramm itu adalah kode etik yang bisa diterapkan oleh seorang anggota dewan dalam menilai permasalahan yang diajukan pada mereka.
Geraldine Tong, wartawan Malaysia Kini kepada Tempo pada Sabtu, 11 Agustus 2018, mengatakan upaya pencabutan undang-undang anti-berita bohong adalah sebuah langkah bagus dari pemerintah Malaysia. Akan tetapi, perjalanan menuju kebebasan pers di Malaysia yang sesungguhnya masih panjang. Misalnya masih diberlakukannya Undang-undang Hasutan.
“Ini adalah sebuah gerakan yang bagus dari pemerintah untuk menghapuskan undang-undang anti-berita bohong, namun kami masih memiliki Undang-Undang hasutan dan pasal 233 dari Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia yang masih dapat digunakan untuk meredam perbedaan pendapat. Malaysia butuh aturan yang dibuat oleh Dewan Pers Malaysia,” ujarnya.