TEMPO.CO, Jakarta - Juri di pengadilan San Francisco, Amerika Serikat, memutuskan perusahaan pestisida Monsanto membayar US$ 289 juta atau sekitar Rp 4,1 triliun kepada mantan penjaga taman yang sekarat karena kanker. Juri menilai pembasmi gulma Roundup yang populer diproduksi perusahaan itu berkontribusi terhadap penyakit kanker penggugat.
Gugatan Dewayne Johnson ini adalah yang pertama dari ribuan kasus yang diajukan di pengadilan negara bagian dan federal, yang menuduh produk pestisida Roundup menyebabkan kanker. Namun Monsanto berulangkali menyangkalnya.
Baca: Gejala Leukemia Tak Hanya Lebam, Tilik Tanda Lainnya
"Kasus ini jauh lebih besar dari saya. Saya harap ini mendapat perhatian yang dibutuhkan," kata Johnson, seperti dilaporkan Associated Press, 11 Agustus 2018.
Juri di pengadilan tinggi California setuju bahwa produk tersebut berkontribusi pada kanker Johnson dan perusahaan seharusnya memberikan label peringatan tentang potensi bahaya kesehatan. Pengacara Johnson menggugat dan memenangi US$ 39 juta atau sekitar Rp 565 miliar ganti rugi kompensasi dan US$ 250 juta (sekitar Rp 3,6 triliun) dari US$ 373 juta (sekitar Rp 5,4 triliun), yang mereka ajukan sebagai ganti rugi.
Baca: Kenapa Lebam Bisa Jadi Leukemia? Tilik Jawaban Dokter
"Juri mendapati Monsanto bertindak dengan cara yang buruk dan menindas karena mereka tahu apa yang mereka lakukan salah dan melakukannya dengan ketidakpedulian yang sembrono terhadap kehidupan manusia," kata Robert F. Kennedy Jr., anggota tim hukum Johnson.
Monsanto membantah adanya bahan aktif dalam Roundup, yakni glifosat dan kanker. Monsanto mengatakan ratusan penelitian telah menetapkan pembasmi rumput liar itu aman.
Foto 9 Juli 2018 ini menunjukkan wajah penggugat, Dewayne Johnson, bereaksi ketika pengacara Brent Wisner, berbicara tentang kondisinya selama persidangan Monsanto di San Francisco.[Josh Edelson / Pool Photo via AP, File]
Juru bicara Monsanto, Scott Partridge, mengatakan perusahaan akan mengajukan banding. Partridge mengatakan penelitian ilmiah dan dua lembaga pemerintah menyimpulkan Roundup tidak menyebabkan kanker.
"Kami bersimpati kepada Tuan Johnson dan keluarganya. Kami akan mengajukan banding atas keputusan ini dan terus dengan gigih membela produk ini, yang memiliki sejarah penggunaan aman selama 40 tahun dan terus menjadi alat vital, efektif, dan aman bagi petani dan lainnya," ujarnya
Monsanto menyangkal bahwa glifosat, pestisida yang paling banyak digunakan di dunia, menyebabkan kanker. Sebab, kata dia, beberapa dekade penelitian ilmiah telah menunjukkan bahan kimia itu aman digunakan manusia.
"Keputusan hari ini tidak mengubah fakta bahwa lebih dari 800 penelitian ilmiah dan ulasan mendukung fakta bahwa glifosat tidak menyebabkan kanker dan tidak mengakibatkan kanker pada Tuan Johnson," ucap perusahaan itu, seperti dikutip dari Reuters.
Baca: Mahasiswa UGM Jadikan Kaki Seribu Obat Kanker Payudara
Johnson, kata pengacaranya, menggunakan Roundup dan produk serupa, Ranger Pro, sebagai produk pengendali hama di distrik sekolah San Francisco Bay Area. Dia menyemprotkan sejumlah besar Roundup dari tangki 50 galon yang ditempelkan ke truk. Selama angin kencang kata Brent Wisner, salah satu pengacaranya, produk itu akan menutupi wajah Johnson. Suatu kali, ketika sebuah selang pecah, cairan pembasmi rumput liar itu merendam seluruh tubuhnya.
Johnson, Wisner melanjutkan, membaca label dan bahkan menghubungi perusahaan itu setelah menderita ruam, tapi tidak pernah diperingatkan dapat menyebabkan kanker. Dia didiagnosis limfoma non-Hodgkin pada 2014 saat berusia 42 tahun.
Baca: Picu Kanker, Obat Tekanan Darah Ini Ditarik dari Pasaran
Kasus Johnson, yang diajukan pada 2016, segera disidangkan karena tingkat keparahan limfoma non-Hodgkin, kanker yang menyerang sistem limfa, yang ia duga disebabkan Roundup dan Ranger Pro, produk pestisida glifosat Monsanto yang lain. Dokter Johnson memvonis dirinya tidak mungkin hidup melewati 2020.