TEMPO.CO, Jakarta - Menteri informasi Bangladesh menuduh Kedutaan Besar AS mencampuri urusan domestik Bangladesh. Tudingan ini dilontarkan karena Kedubes AS, melalui Facebook, mengkritik respon keras pihak berwenang terhadap protes keselamatan jalan yang dilakukan oleh para mahasiswa.
Dilaporkan Washington Post, 8 Agustus 2018, Menteri Penerangan Bangladesh, Hasanul Haq Inu, mengatakan Kedutaan Besar AS dalam unggahan Facebook-nya telah mencampuri urusan politik internal Bangladesh dengan cara yang tidak senonoh.
"Kami mengecam ini," tambah Hasanul.
Baca: Rusuh di Bangladesh Berlanjut, Sejumlah Jurnalis Dipukuli
Dalam demonstrasi besar selama seminggu terakhir, puluhan ribu mahasiswa dan pelajar sekolah memprotes apa yang mereka lihat sebagai penegakan peraturan jalan yang longgar di bawah otoritas pemerintah Bangladesh setelah dua siswa tewas oleh bus yang melaju kencang.
Mereka memblokir jalan dan memeriksa SIM pengemudi untuk menyoroti bagaimana aturan lalu lintas yang buruk diberlakukan. Di antara mereka yang melanggar aturan adalah menteri pemerintah.
Para siswa meneriakkan slogan dalam protes atas kecelakaan lalu lintas yang menewaskan seorang bocah laki-laki dan perempuan, di Dhaka, Bangladesh, Ahad, 5 Agustus 2018. REUTERS
Pengunjuk rasa meminta seorang menteri untuk berjalan ke tempat tujuannya karena sopirnya tidak membawa surat izin yang sah. Sementara mobil menteri lain melanggar karena mengemudi melawan arus lalu lintas di jalan yang sibuk.
Protes akhir pekan yang awalnya damai berubah bentrok dan polisi menembakkan peluru karet dan gas air mata ke massa.
Unggahan Facebook kedutaan besar AS pada Minggu 5 Agustus, mencatat bahwa beberapa siswa terlibat dalam kekerasan, tetapi pesan itu ditujukan terutama terhadap penggunaan kekuatan polisi.
"Tidak ada yang bisa membenarkan serangan brutal dan kekerasan selama akhir pekan terhadap ribuan orang muda yang telah secara damai menjalankan hak demokratis mereka dalam mendukung Bangladesh yang lebih aman," tulis unggahan Kedubes AS.
Video: Mahasiswa Bangladesh di India Protes Kekerasan Polisi
Dalam beberapa bulan terakhir, duta besar AS untuk Bangladesh, Marcia Bernicat, mengecam aksi kekerasan Bangladesh yang mengarah ke pemerintahan yang semakin otoriter. Bernicat telah secara terbuka menyatakan keprihatinan atas laporan intimidasi dan pemungutan suara dalam pemilihan walikota baru-baru ini, yang disangkal oleh pemerintah.
Dia juga mengkritik sejumlah besar pembunuhan polisi selama penggerebekan narkoba, yang dianggap perlu oleh pemerintah untuk membasmi peredaran narkoba.
Pernyataan Bernicat dilaporkan membuat jengkel para pemimpin Bangladesh. Pada 2 Juli, putra Perdana Menteri Sheikh Hasina, yang juga penasihat pemerintah, menuduh duta besar sebagai juru bicara partai oposisi Partai Nasional Bangladesh.
Pada Sabtu malam 7 Agustus, dalam perjalanan pulang dari pesta makan malam, iring-iringan mobil Bernicat diserang oleh orang-orang bersenjata yang tidak dikenal. Penyelidik masih mencari motif penyerang.
Marcia Bernicat, Duta Besar Amerika Serikat untuk Bangladesh. Wikipedia
Pada Senin 6 Agustus, pemerintah Bangladesh mengadopsi hukuman yang lebih ketat untuk pengemudi yang ceroboh dan berjanji untuk memperkenalkan hukuman mati untuk kematian di jalan yang disengaja.
Tetapi aksi pembalasan tampak sebagai peringatan dari pemerintah. Polisi menangkap seorang fotografer terkemuka yang mengkritik pemerintah di televisi.
Dilansir dari India Times, pemerintah Bangladesh juga sempat memblokir layanan 3G dan 4G untuk meredam demonstrasi. Pemerintah Bangladesh telah menutup layanan internet, yang dianggap sebagai cara untuk menghentikan pengunjuk rasa dari mobilisasi. Komisi Regulasi Telekomunikasi negara telah mengonfirmasi bahwa instruksi datang dari pemerintah.
Baca: Konvoi Duta Besar Amerika Serikat Diserang di Bangladesh
Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina, telah menyerukan kepada para siswa yang terlibat, memperingatkan mereka agar menjauh dari aktor "pihak ketiga" yang hanya ingin memanfaatkan momen untuk agenda anti-pemerintah.
"Itu sebabnya saya meminta semua wali dan orang tua untuk menjaga anak-anak mereka di rumah. Apa pun yang mereka lakukan sudah cukup," kata Hasina.