TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah pesan singkat masuk pada Jumat pagi, 27 Juli 2018, sekitar pukul 11.20. Pesan dari Duta Besar Indonesia untuk Kamboja, Sudirman Haseng, mengabarkan pada Sabtu pagi, 28 Juli 2018, Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, siap meluangkan waktu dengan tim pemantau pemilu dan wartawan dari Indonesia.
Hun Sen menemui dan berdialog dengan wartawan adalah sebuah kesempatan langka. Hun Sen merupakan salah satu pemimpin di dunia yang penuh kontroversi. Selama hampir 20 tahun terakhir, Hun Sen, tak pernah melakukan wawancara dengan wartawan. Maka, pada Jumat sore, 27 Juli 2018, upaya mengejar peluang wawancara dengan Hun Sen pun dimulai.
Meski sama-sama negara di kawasan Asia Tenggara, namun perjalanan menuju ibu kota Phnom Penh dari Jakarta tak sesingkat perjalanan udara dari Indonesia ke Singapura atau Malaysia. Dibutuhkan lebih dari empat jam penerbangan untuk sampai ke Phnom Penh dengan waktu transit yang sangat menyita waktu.
Baca: Memerintah Kamboja Selama 33 Tahun, Siapa Sosok Hun Sen?
Beruntung, Tempo tiba di Phnom Penh, Kamboja sesuai dengan harapan atau 30 menit sebelum persiapan wawancara dengan Perdana Menteri Hun Sen dimulai, yakni Sabtu, 28 Juli 2018 pukul 8.30 pagi. Tim dari KBRI di Phnom Penh bergegas membawa Tempo menuju Cambodiana Hotel.
Di menit terakhir menjelang pertemuan, protokol Hun Sen memberi kejutan. "Tidak ada wawancara antara Hun Sen dengan wartawan," ujarnya singkat.
Hun Sen telah berkuasa di Kamboja lebih dari 30 tahun. Ia disebut sebagai perdana menteri terlama di dunia. Selama masa kepemimpinannya, Hun Sen membuat banyak kontroversi di antaranya membubarkan partai oposisi terbesar di negara itu pada akhir 2017, CNRP yang didirikan Sam Rainsy.
Hun Sen memenjarakan lawan-lawan politiknya dan membredel media di Kamboja yang menyuarakan kritik terhadap pemerintahannya, the Cambodia Daily.
Selama puluhan tahun memimpin Kamboja, Hun Sen, mantan tentara, menuai kritik dari oposisi karena tidak menciptakan banyak perubahan positif di negaranya. Kamboja masuk daftar tiga negara termiskin di ASEAN setelah Laos dan Myanmar.
Seorang wartawan senior di Kamboja, Qadir, yang tidak mempublikasi nama keluarganya demi keamanan, mengatakan Hun Sen tidak memiliki kemampuan untuk memimpin suatu negara.
Penolakan Hun Sen untuk berbicara dengan wartawan sehari sebelum pemilu nasional, tak menghentikan langkah Tempo. Pada hari pelaksanaan pemilu, Minggu pagi 29 Juli 2018, puluhan wartawan lokal dan media asing sudah menunggu Hun Sen di tempat pemungutan suara 1697 di Provinsi Kandal. Di TPS itu, Hun Sen akan memberikan hak suaranya bersama istrinya, Bun Rany, pada pukul 7.30 atau setengah jam setelah TPS dibuka.
Para pengawal rapat melindungi Hun Sen, namun pengawalan mengendor saat Hun Sen dan Bun Rany memasuki area pemberian hak suara. Tempo menyodorkan pertanyaan.
"Tidak, jangan disini," kata Hun Sen, saat Tempo bertanya seberapa yakinnya dia akan memenangkan pemilu Kamboja yang pada tahun ini tanpa kehadiran oposisi terbesar.
Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, memberikan hak suaranya pada Pemilu Kamboja 2018, Minggu, 29 Juli 2018. Sumber: TEMPO/Suci Sekar
Baca: Begini Situasi Kamboja Menjelang Pemilu
Keluar dari bilik pemungutan suara, kegaduhan terjadi. Sejumlah wartawan foto terjatuh karena saling berebut mengambil foto Hun Sen dan dorongan dari para pengawal orang nomor satu di Kamboja itu.
Barikade pengamanan para pengawal Hun Sen sungguh rapat, tak menyisakan celah bagi para wartawan mendekati Hun Sen. Mereka mendorong apapun dan siapapun yang menghalangi jalan. Para pengawal Hun Sen tutup mata jika tindakan yang mereka lakukan itu bahkan bisa menciderai orang lain. Hun Sen pun bergeming dan terus berjalan meski melihat beberapa wartawan dan juru foto tersandung tanaman dan tersungkur ke tanah berbatu.
Beberapa meter sebelum menuju mobilnya, Tempo mendekati Hun Sen dari arah Bun Rany, yang barikadenya mulai kendor karena pengawalnya terfokus pada perlindungan Hun Sen.
"Maaf saya tidak bisa mengeluarkan pernyataan dan berkomentar di TPS. Ini sesuai aturan pemerintah Kamboja. Tolong dimengerti," kata Hun Sen menanggapi pertanyaan Tempo dan segera mengabaikan pertanyaan yang memberondongnya, termasuk pertanyaan dari media lokal.
Itu adalah terakhir kalinya Tempo melihat Hun Sen di ruang publik. Setelah memberikan hak suaranya, Penasehat Hun Sen - Sry Thamrong dan Juru bicara Partai Rakyat Kamboja - Suos Yara, tak bisa membuka pintu wawancara dengan Perdana Menteri Kamboja itu, meski hanya 20 menit.
"Mustahil," kata Suos Yara, berulang kali.
Partai Rakyat Kamboja atau CPP merupakan partai berkuasa yang mendukung Hun Sen selama menjalankan pemerintahan.
Memburu Hun Sen tak berhenti di TPS 1697. Rentetan penolakan dari para ajudannya tidak menyurutkan langkah untuk mencari peluang mewawancarai Hun Sen. Tempo menyambangi rumah dinas Hun Sen di ibu kota Phnom Penh.
Kediaman Perdana Menteri Hun Sen di jantung kota phnom penh, Kamboja. Sumber: TEMPO/Suci Sekar
Lokasi dan disain rumah Hun Sen mengingatkan kawasan rumah mewah di kawasan Menteng atau Pondok Indah di Jakarta. Kediaman Hun Sen dipagari oleh tembok. Ada lebih dari dua pintu keluar-masuk di rumah itu yang ukurannya setinggi tembok pagar sehingga bagian dalam tak bisa diintip dari luar.
Supir tuk-tuk yang membawa Tempo tak berani menurunkan persis di muka rumah Hun Sen. Seorang warga pun gemetaran dan menolak saat diminta memotret Tempo dengan latar belakang rumah orang nomor satu di Kamboja itu. Mereka bungkam saat ditanya kenapa gemetaran dan ketakutan.
Ada suasana yang sedikit membuat perasaan lega. Aparat keamanan penjaga rumah Hun Sen bersikap ramah. Dengan menggunakan bahasa Inggris, mereka mengatakan Hun Sen sosok bos yang baik.
Seorang penjaga lainnya menambahkan Hun Sen sudah beberapa bulan ini tidak tinggal di rumah itu. Suos Yara tak merespon saat Tempo bertanya di mana Hun Sen. Upaya menemui Hun Sen di ruang publik tidak mudah, setidaknya masih jauh lebih mudah menemui Presiden Jokowi.