TEMPO.CO, Singapura – Pemerintah Amerika Serika dan Korea Utara berdebat mengenai kesepakatan yang dicapai kedua negara pada pertemuan puncak Presiden Donald Trump dan Kim Jong Un di Singapura pada Juni 2018.
Baca:
Kim Jong Un Penuhi Janji ke Trump, Foto Satelit Ini Jadi Bukti
Trump Berterima kasih ke Kim Jong Un Serahkan Jenazah Prajurit AS
Perdebatan ini terjadi dalam acara pertemuan ASEAN Regional Forum, yang digelar di Singapura pada Sabtu, 4 Agustus 2018.
“DPRK berdiri teguh pada determinasi dan komitmennya untuk mengimplementasikan Pernyataan Bersama DPRK – AS secara bertanggung jawab dan dengan niat baik,” kata Ri Yong Ho, menteri Luar Negeri Korea Utara dalam forum pertemuan itu sambil menyebut nama resmi negaranya Democratic People’s Republic of Korea, seperti dilansir Reuters, Sabtu, 4 Agustus 2018.
Ri Yong Ho melanjutkan,”Namun yang mengkhawatirkan adalah adanya langkah-langkah mendesak di dalam AS untuk kembali ke era lama, jauh dari tujuan pemimpinnya sendiri.”
Ri mengatakan ini setelah Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, meninggalkan Singpura untuk mengunjungi Indonesia seusai mendesak negara-negara di Asia Tenggara untuk mempertahankan sanksi kepada Korea Utara. Sanksi ekonomi ini akan terus berlangsung hingga negara komunis itu menghentikan program senjata nuklir, yang digunakan untuk mengancam AS.
Baca:
Kim Jong Un Ingin Bertemu Donald Trump di Swiss
Membela Trump Soal Rusia -- Korea Utara, Menlu AS Dicecar Senat
Media Telegraph melansir pernyataan Korea Utara muncul setelah adanya laporan dari PBB yang berisi temuan Pyongyang masih melanjutkan program nuklir dan rudal serta berusaha menghindari sanksi ekonomi dengan membeli minyak lewat transfer kapal di lautan.
Mike Pompeo dan Kim Jong Tersenyum Lebar
Sehari sebelumnya di forum yang sama, Pompeo mengatakan sikap Korea Utara yang melanjutkan program senjata domestik tidak konsisten dengan komitmen Kim untuk melakukan denuklirisasi. Namun sehari kemudian, Pompeo mengaku merasa cukup optimis proses denuklirisasi Korea Utara bakal tercapai meskipun memakan waktu.
Ri mengatakan negaranya telah menunjukkan sejumlah iktikad baik termasuk menghentikan tes nuklir, peluncuran roket dan penghancuran lokasi uji coba nuklir.
“Namun, AS bukannya merespon langkah-langkah ini malah menaikkan suaranya lebih keras dengan mempertahankan sanksi terhadap DPRK dan menunjukkan perilaku untuk mundur dari pernyataan pengakhiran peran, yang merupakan langkah utama dan mendasar untuk membangun perdamaian di Semenanjung Korea,” kata Ri.
Dalam pernyataannya kemarin, Pompeo mengatakan Washington menilai serius setiap pengenduran sanksi PBB dan menyebut Rusia kemungkinan melanggar resolusi PBB dengan mengeluarkan visa pekerja bagi para pekerja Korea Utara.
“Saya ingin mengingatkan setiap negara yang telah mendukung resolusi sanksi ini bahwa ini isu serius dan kami akan membicarakannya dengan Moskow,” kata Pompeo. “Kami berharap Rusia dan semua negara mematuhi resolusi DK PBB dan menerapkan sanksi terhadap Korea Utara.”
Duta besar Rusia untuk Korea Utara membantah Moskow melanggar batasan PBB soal suplai minyak dan menerbitkan izin kerja bagi ribuan tenaga kerja dari Korea Utara.