TEMPO.CO, Singapura – Angkatan Laut Cina dan Asia Tenggara menggelar latihan bersama simulasi berbasis komputer pertama untuk merespon situasi darurat di Laut Cina Selatan.
Baca:
Simulasi ini juga digelar untuk membangun rasa saling percaya di tengah ketegangan klaim hak wilayah di kawasan laut ini antara CIna dan sejumlah negara ASEAN.
Latihan simulasi ini digelar dua hari dan berakhir pada Jumat, 3 Agustus 2018. Para pelaut dari sepuluh negara ASEAN dan 40 pelaut dari Cina mengikuti kegiatan simulasi komputer ini dengan menampilkan situasi darurat penyelamatan dua kapal yang bertabrakan.
“Latihan ini bermanfaat untuk mempromosikan pertukaran informasi dan kerja sama militer antara negara-negara ASEAN dan Cina dan membangun rasa saling percaya,” kata Kapten Liang Zhijia dari Angkatan Laut Tentara Pembebasan Cina kepada media seperti dilansir AP pada Jumat, 3 Agustus 2018.
Kegiatan simulasi ini berlangsung di pusat pelatihan Angkatan Laut Singapura. Seperti dilansir Fox News, para perwira AL yang terlibat mengkoordinasikan pengerahan pasukan mereka dan pendaratan helikopter bantuan di kapal laut masing-masing. Ada tiga layar monitor besar untuk pemantauan lapangan dalam kegiatan simulasi ini.
Layar-layar menunjukkan posisi masing-masing kapal dan pasukan serta lokasi tabrakan sebuah kapal tanker dan kapal penumpang, yang tenggelam dan penumpangnya mengapung tersebar di lautan.
Menurut Kolonel Lim Yu Chuan dari AL Singapura, simulasi ini berlangsung sukses dan akan diterapkan pada kegiatan latihan di kawasan laut di Cina pada Oktober 2018.
Baca:
Panitia kegiatan simulasi tidak mengaitkan pelatihan ini dengan sengketa wilayah yang terjadi antara Cina dan sejumlah negara ASEAN serta dunia internasional menyusul klaim wilayah sepihak oleh pemerintah Cina.
Klaim sepihak itu terkait pembuatan pulau buatan oleh AL Cina dengan menggabungkan tujuh kawasan pulau karang dan dibangun tiga landasan pacu pesawat di sana.
USS Carl Vinson merupakan kapal induk bertenaga nuklir kelas Nimitz, yang saat ini ditempatkan di Laut Cina Selatan. Carl Vinson dikirim ke Laut Cina Selatan untuk melakukan Operasi Kebebasan Navigasi, setelah Tiongkok mengklaim dan membangun pangkalan militer di kepulauan Spartly. REUTERS/Mike Blake
Militer Cina telah memasang sejumlah sistem persenjataan canggih seperti rudal darat ke udara dan sejumlah bangunan militer seperti gudang dan barak.
Sejumlah negara ASEAN seperti Vietnam, Filipina, Malaysia dan Brunei Darussalam memiliki sengketa klaim wilayah laut dengan Cina di sebagian Laut Cina Selatan itu.
Pada pertemuan para menteri Luar Negeri ASEAN dan Cina di Singapura pada Kamis, 2 Agustus 2018, ada kesepakatan mengenai pedoman perilaku atau code of conduct (COC) untuk mengurangi ketegangan akibat sikap agresif masing-masing negara. Ini juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya konflik fisik terbuka dan kesalahan kalkulasi.
Menteri Luar Negeri Cina, Wang Yi, menyebut negosiasi ini sebagai capaian besar dari pertemuan. “Kami meyakini tanpa adanya gangguan dari luar, pembahasan pedoman perilaku ini bakal berlangsung lebih cepat,” kata Wang.
Selama ini, pemerintah Cina menuding pemerintah Amerika Serikat melakukan campur tangan terhadap urusan sengketa di Asia. Militer AS juga telah mengerahkan sejumlah kapal induk, kapal perang, dan pesawat jet tempur untuk melakukan patroli rutin di wilayah LCS ini. Militer AS beralasan patroli ini untuk menjaga kebebasan bernavigasi di kawasan laut ini.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Federica Mogherini, mengungkapkan harapan negosiasi mengenai COC ini bakal berlanjut dan menghasilkan kesepakatan yang mengikat dengan mengutamakan aturan dan prinsip internasional mengenai kebebasan bernavigasi di lautan.
“Kami memiliki kepentingan politik agar prinsip internasional, norma dan aturan main dihormati,” kata Mogherini dalam sebuah ceramah di sela-sela pertemuan ASEAN di Singapura pada pekan ini. “Kedua, kami juga memiliki kepentingan ekonomi karena produk ekspor Eropa dibawa melalui jalur laut termasuk ke Asia.” Isu wilayah Laut Cina Selatan menjadi perhatian dunia internasional setelah Cina melakukan klaim sepihak.