TEMPO.CO, Jakarta - Seorang staf Amnesti Internasional diretas oleh perangkat lunak buatan Israel. Peretasan ini menambah kasus teknologi Israel yang digunakan untuk memata-matai pekerja hak asasi manusia dan tokoh oposisi di Timur Tengah.
Dilaporkan Associated Press, 1 Agustus 2018, dalam laporan setebal 20 halaman, Amnesti Internasional memaparkan bagaimana seorang peretas mencoba membobol smartphone staf pada awal Juni dengan cara memancing pesan WhatsApp tentang protes di depan Kedutaan Besar Arab Saudi di Washington, Amerika Serikat.
Baca: Delegasi Suriah untuk PBB: Israel Bantu Milisi Lari ke AS
Dilansir dari situs resminya, amnesty.org, pesan yang disampaikan melalui WhatsApp, membawa tautan berbahaya.
Pesan whatsapp yang dikirim kepada staf Amnesty International [www.amnesty.org]
Berikut isi pesan WhatsApp yang diterjemahkan dari bahasa Arab, yang dilansir dari situs resmi Amnesti Internasional, www.amnesty.org:
"Bisakah Anda meliput (protes) untuk saudara-saudara Anda yang ditahan di Arab Saudi di depan kedutaan Arab Saudi di Washington. Saudaraku ditahan di bulan Ramadan dan saya mendapat beasiswa di sini, jadi tolong jangan tautkan saya ke ini"
(tautan)
"Liput protes ini sekarang yang akan dimulai dalam waktu kurang dari satu jam. Kami butuh dukungan Anda, tolong."
Amnesti Internasional, organisasi hak asasi manusia yang bermarkas di London, Inggris itu mengatakan melacak tautan berbahaya dalam pesan itu ke jaringan situs yang terkait dengan NSO Group, sebuah perusahaan pengawasan Israel yang terlibat dalam serangkaian upaya pembobolan digital, termasuk kampanye untuk mengkompromikan para pendukung pajak soda di Meksiko dan upaya untuk meretas ponsel seorang pengkritik Arab yang mendorong pembaruan ke sistem operasi Apple.
Dalam foto yang dirilis 25 Agustus 2016, menunjukan perusahaan Grup NSO Israel yang memiliki kantor sampai beberapa bulan yang lalu di Herzliya, Israel. Kelompok hak asasi manusia Amnesty International mengatakan bahwa seorang anggota stafnya ditargetkan oleh spyware buatan Israel dari NSO Group.[AP Photo / Daniella Cheslow]
Joshua Franco, kepala teknologi dan hak asasi manusia Amnesti Internasional, mengatakan upaya peretasan terakhir adalah simbol peningkatan risiko digital yang dihadapi oleh aktivis HAM di seluruh dunia.
NSO mengatakan dalam sebuah pernyataan tertulis bahwa produknya dimaksudkan untuk digunakan secara eksklusif untuk penyelidikan dan pencegahan kejahatan dan terorisme dan bahwa tuduhan pelanggaran akan diselidiki. Perusahaan tersebut mengatakan bahwa tuduhan penyalahgunaan oleh pelanggan berujung pada pemutusan kontrak.
Baca: PLO: Israel Menahan 291 Anak Palestina
Temuan Amnesti Internasional diperkuat oleh lembaga pengawas internet, Citizen Lab, yang telah melacak NSO spyware selama dua tahun dari Universitas Toronto Departemen Kebijakan Luar Negeri.
Dalam laporannya, Lab Citizen mengatakan sejauh ini telah menghitung sekitar 175 target spyware NSO di seluruh dunia, termasuk 150 orang di Panama yang diidentifikasi sebagai bagian dari skandal spionase domestik terkait mantan presiden Panama.
Baca: Bagaimana Agen Mossad Melancarkan Misi Pembunuhan?
Laporan Amnesti Internasional mengatakan peretasan ini merupakan yang kedua kali yang menyerang aktivis hak asasi manusia di Arab Saudi oleh Israel, dengan metode yang sama. Citizen Lab mengatakan, pihaknya menemukan jejak upaya peretasan serupa yang terkait dengan Qatar atau Arab Saudi yang menggunakan spyware Israel di negara Teluk.