TEMPO.CO, Washington – Sejumlah pabrik pengolahan daging babi di Amerika Serikat bakal mengalami rugi hingga sekitar Rp12 triliun hingga tahun depan akibat perang dagang dengan Cina.
Baca:
Perang Dagang, Trump Bakal Larang Ekspor Teknologi ke Cina
Cina Bersiap, Amerika Serikat Terapkan Tarif Impor pada 6 Juli
Pabrik pengolahan bakal meneruskan kerugian ini kepada para peternak dengan membeli babi hidup pada harga murah.
“Peternak babi yang menderita,” kata Dermot Hayes, seorang ekonomi pertanian dari Iow State University, seperti dilansir Reuters, Selasa, 17 Juli 2018.
Kementerian Pertanian AS melansir ekspor babi dan produk jeroan menurun 30 persen sejak April 2018 ketika Cina mulai mengenakan kenaikan tarif 25%. Cina kembali menaikkan tarif ini pada Juli 2018 dengan besaran sama.
Penurunan ekspor daging babi dan produk sampingannya ini berdampak pada sejumlah pabrikan olahan seperti Smithfield Foods Inc dari WH Group Ltd, Seaboard Foods dari Seabord Corp, Tyson Foods Inc dan JBS USA dari JBS SA.
Suasana peternakan babi yang terendam banjri di peternakan Liu'an, provinsi Anhui, Cina, 4 Juli 2016. REUTERS/Stringer
Perusahaan kakap ini mendapatkan keuntungan besar dari total penjualan jeroan AS pada 2017, yang mencapai sekitar US$1,1 miliar atau sekitar Rp16 triliun.
Manajemen empat perusahaan ini enggan berkomentar saat dimintai tanggapannya oleh Reuters. Saham perusahaan WH Group turun 28 persen pada tahun ini, Tyson Foods Inc. turun 19 persen dan Seaboard turun 13 persen.
Menurut Federasi Ekspor Daging AS, harga jeroan per setengah kilo gram sekitar 76 sen. Harga ini merosot drastis jika produk jeroan itu dijual di AS dengan harga 18 sen untuk campuran produk makanan hewan piaran dan ternak.
Baca:
Kim Jong Un Berkunjung ke Cina Setelah Temui Trump
Cina Raih Kemenangan Terbesar dari Pertemuan Kim Jong Un-Trump
“Semua orang yang bisa menjual jeroan itu akan mencoba menjual semuanya sebisa mungkin,” kata Tony Stearns, manajer penjualan dari JH Routh Packing Company, yang berbisnis penjualan jeroan babi.
Seperti diberitakan CNN, AS dan Cina terlibat perang dagang yang dimulai pada awal Juli 2018. AS mengenakan kenaikan tarif impor sebanyak 10-25 persen untuk produk impor asal Cina sebanyak US$34 miliar atau sekitar Rp490 triliun.
Presiden Amerika, Donald Trump, melakukan ini untuk mencukur defisit neraca perdagangan sebanyak US$335 miliar atau sekitar Rp4800 triliun per tahun. Cina membalas dengan langkah serupa dan menaikkan tarif impor untuk berbagai produk pertanian, dan otomotif.