TEMPO.CO, Jakarta - Polisi Irak harus menembakkan gas air mata ke arah demonstran yang mencoba menyerbu gedung pemerintah di Basra, Ahad, 15 Juli 2018.
Akibat tindakan keras tersebut, kata sumber di kepolisian, tujuh demonstran cedera. "Tindakan keras terhadap mereka harus dilakukan karena sudah membahayakan dan berlangsung lebih dari sepekan," ucap sumber seperti dikutip Middle East Monitor.
Baca: PM Irak Berkoalisi dengan Partai Pemenang Pemilu
Polisi Irak berjaga-jaga menghalau demonstran di Bagdad, 8 Februari 2017. [ Murtadha Sudani - Anadolu Agency]
Kemarahan massa kepada pemerintah ini menempatkan Perdana Menteri Haider al-Abadi di posisi sulit. Dia berharap dapat melanjutkan jabatan kedua kalinya ketika para politikus membentuk pemerintahan baru menyusul hasil pemilu pada 12 Mei 2018 yang diwarnai kecurangan.
Unjuk rasa menjurus kekerasan di Basra tersebut memaksa kembali para pemimpin Irak untuk menyampaikan janjinya kepada publik membuat masa depan negara lebih cerah. "Beberapa pengunjuk rasa mencoba mencoba menyerbu gedung pemerintah. Kami mencegahnya menggunakan tembakan meriam air dan gas air mata," kata salah seorang sumber di kepolisian.Tentara Irak mengantri masuk ke tempat pemungutan suara saat pemilihan umum di Baghdad, Irak, 10 Mei 2018. REUTERS/Thaeir al-Sudani
Serbuan massa tersebut, jelas sumber, membuat 19 pasukan keamanan cedera akibat dilempar batu.
Pada aksi massa Ahad kemarin, ulama tinggi Syiah Irak, Ayatullah Ali al-Sistani, menunjukkan solidaritasnya kepada penngunjuk rasa seraya mengatakan, masyarakat saat ini berhadapan dengan kekurangan layanan publik oleh pemerintah.
Baca: Irak Hitung Ulang Suara Pemilu Secara Manual
Sistani yang memiliki jutaan pengikut jarang terlibat dalam urusan politik. Namun dia memiliki kekuatan luar biasa dalam membentuk opini publik.
Selain di Basra, pasukan keamanan Irak harus berhadapan dengan unjuk rasa keras di sekitar empat kilometer dari ladang minyak Eni Zubari, dekat Basra, terkait dengan ekspor minyak Irak.